Perjuangan Menuju Dunia Ramah Anak

“Tanah ini sebelumnya mau digusur, tapi saya menegaskan kepada pihak-pihak yang bersangkutan, jika PAUD-nya kena gusur, harus dibuatkan PAUD lain sebagai gantinya untuk anak-anak di sekitar sini.” Ujar ibu Aisha salah satu guru PAUD Bahrul Iman. 

PAUD Bahrul Iman berada di pinggiran pesisir Jakarta Utara. Tepatnya di Blok Eceng – Muara Angke. Di tahun 2021 ini, PAUD Hahrul Iman dihadapkan dengan kenyataan menurunnya jumlah murid yang mendaftar di PAUD. Namun demikian  para guru tidak berkecil hati dan sepakat akan sama-sama akan menaikan kualitas PAUD agar dapat lebih memberi dampak pada  masyarakat di sekitar daerah tersebut. Dengan strategi ini diharapkan akan lebih banyak masyarakat yang mempercayakan anaknya untuk bersekolah di PAUD Bahrul Iman blok Eceng

Golden age atau periode umur emas adalah tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat penting  pada masa awal kehidupan anak. Dimasa ini otak anak umumnya bertumbuh dan menyerap informasi secara maksimal, maka diperlukannya perhatian khusus dari orangtua dan lingkungan sekitar terhadap anak. Kisaran umur anak saat memasuki dunia Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah  4-6 tahun. Masa ini tentunya adalah masa emas anak (golden age).

Lembaga Daya Dharma pada tahun ajaran 2020 – 2021  mendampingi 373 anak dalam usia emas itu melalui PAUD yang tersebar di delapan wilayah pesisir pantai Jakarta. Banyak sekali hal yang dilakukan untuk memaksimalkan pendampingan agar anak mampu berkembang secara baik dan dapat menyalurkan potensi yang dimilikinya kepada masyarakat. Dilatarbelakangi hal tersebut, LDD KAJ sedang bergelut untuk mengembangkan  kurikulum yang ramah anak. Kurikulum yang tidak hanya mementingkan kemampuan kognitif anak namun juga mampu turut  mengembangkan sembilan potensi yang dimiliki anak dalam kurikulum  Pendidikan Holistik Berbasis Karakter.  

Tentu banyak aspek-aspek yang harus dipertimbangkan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan ramah anak ini. Baik lingkungan keluarga anak, lingkungan tempat tinggal anak, hingga tempat pendidikan anak itu sendiri. Maka banyak sekali kegiatan yang kita lakukan untuk membangun kesadaran terhadap guru maupun orangtua anak didik. Kebanyakan guru PAUD dampingan  LDD KAJ memang bukan berasal dari guru yang berpendidikan khusus dan terverifikasi untuk mengajar, maka tugas utama LDD KAJ  adalah terus meningkatkan kapasitas guru dengan berbagai pelatihan

Tidak hanya pelatihan, pendampingan secara personal setiap PAUD juga  berikan, seperti yang  lakukan pada Selasa, 02 Maret 2021 di PAUD Bahrul Iman Muara Angke blok Eceng. PAUD kali ini memang sedikit berbeda dibandingkan dengan PAUD lainnya, beberapa kendala seperti lokasi strategis PAUD, bangunan PAUD, hingga kapasitas guru PAUD memberi dampak bagi jumlah murid yang dipercayakan oleh orang tua kepada PAUD tersebut, ditambah lagi kondisi Pandemi ini yang membuat situasi menjadi lebih sulit. 

Berefleksi dari semangat guru inilah yang menjadikan LDD KAJ  tetap semangat mendampingi setiap PAUD untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anak didik. Walaupun apa yang diberikan terkait dengan kurikulum pembelajaran merupakan hal yang baru bagi warga disana, dan masih banyak hal yang perlu perbaiki, namun  kami sepakat untuk terus memberikan yang terbaik bagi anak-anak kita untuk hidupnya dikelak kemudian hari.

Penulis :Dita Angraheni   (Divisi Advokasi)

Editor : Divisi Litbnag 

Menerima Disabilitas Sebagai Kurikulum PAUD

Adanya perbedaan di tengah-tengah masyarakat merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia. Salah satunya adalah perbedaan kondisi fisik, mental dan intelektual. Salah satu indikasi suatu bangsa dikatakan berbudaya maju & luhur, adalah  adanya kesetaraan antara warga negara ‘yang kurang’ fisik/mental/intelektualnya dengan yang ‘lengkap’. Dan selayaknyalah kita bisa membuktikan bahwa Indonesia adalah salah satu bangsa  yang tidak lagi memandang perbedaan tersebut sebagai suatu problem.  

Namun, ditemui fakta di tengah masyarakat kita masih terjadi kata-kata olok-olok yang disematkan pada warga ‘yang kurang’ tersebut dengan stigma negatif, bahwa penyandang disabilitas tidak mampu, tidak produktif, dan karenanya tidak punya masa depan; sehingga cukuplah tinggal diam  di rumah saja; tidak perlu bersekolah apalagi bekerja.    

Persepsi ini menjadi hambatan partisipasi penyandang disabilitas untuk maju dan produktif.  Jika ditelisik lebih dalam, situasi dan kondisi yang terjadi ini  dikarenakan :  

  1. Masih terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang kedisabilitasan,
  2. Belum tumbuhnya  sikap menerima perbedaan yang ada di tengah masyarakat di mana ada penyandang disabilitas di dalamnya.

Dalam kurikulum PAUD dampingan LDD KAJ  yang sedang dilaksanakan dalam prkatek pembelajaran untuk anak-anak usia dini, sikap menerima perbedaan yang ada di dalam kurikulum dikategorikan ke pembinaan karakter yang toleran. LDD KAJ ingin terus membangun karakter toleran dalam berbagai aspeknya terkhusus di PAUD-PAUD dampingannya. 

Pada tanggal 3 & 4  Juni 2021, tim kampanye divisi advokasi LDD KAJ telah melakukan sosialisasi disabilitas di hadapan 26 orang guru PAUD dari Marunda, Cilincing, Muara Baru, Muara Angke dan  Rawa Elok.  Kegiatan sosialisasi disabilitas ini difasilitasi oleh Rio Dharmawan (penyandang disabilitas netra) & Nedi Supriadi (penyandang disabilitas fisik/kursi roda).

Pada kesempatan yang terbatas ini, para fasilitator menyampaikan  materi    sosialisai mengenai hal-hal berikut ini : 

  • Pengertian & ragam serta hak dasar penyandang disabilitas menurut UU RI No. 8/Thn. 2016
  • Peran dan fungsi guru, orangtua, & teman sebaya, dalam mengembangkan pribadi seorang penyandang disabilitas produktif
  • Cara memberi bantuan  dalam berinteraksi yang inklusif  
  • Testimoni dari saudara Nedi. penyandang disabilitas fisik dengan kursi  roda yang   hidup ‘sukses’ dengan prinsip dan kemandiriannya. https://youtu.be/kp8VW1gYsc8 

    LDD KAJ berharap melalui kegiatan edukatif ini, guru-guru PAUD bisa memberi masukan kepada keluarga dengan anak disabilitas di lingkungan masing-msing, & juga bisa lebih percaya diri mendampingi keluarga yang memiliki anak disabilitas. 

Penulis : Ferry Jansen Sutungkir 

Editor : Divisi Litbang

Menjadi Ibu Tangguh di tengah Pandemi

Langit begitu cerah seakan-akan awan ingin terus menjadi saksi akan kehidupan yang sudah terjadi. Waktu terus berputar dan jarum jam terus berlari, meninggalkan detik, menit, dan hari terus berganti. Siang ini kami berjalan ke arah utara menggunakan kendaraan LDD-KAJ bersama Tim Advokasi, kami mengunjungi salah seorang ibu yang sangat tangguh dan berhati mulai, beliau adalah sosok perempuan yang sangat setia terhadap keluarga dan anak-anaknya. Bu Emi adalah guru PAUD dampingan LDD-KAJ yang terletak di pesisir laut Jakarta Utara di wilayah Pantai Indah Marundah (PIM). Bu Emi adalah sosok cerminan perempuan Indonesia yang kuat, beliau sosok perempuan yang tidak mudah menyerah di tengah keterbatasan ekonomi keluarga, Bu Emi tetap mau bergerak bukan semata-mata untuk dirinya tapi untuk semua anak didik yang beliau ajarkan. Sebelum Bu Emi menjadi seorang guru PAUD LDD-KAJ, Bu Emi sempat bekerja di salah satu apartemen yang ada di Jakarta Pusat tepatnya di daerah Kemayoran. Namun Bu Emi harus berhenti karena kecintaannya terhadap keluarga dan suami. Bu Emi mengundurkan diri atas dasar perintah dan arahan dari suami untuk menjadi Ibu rumah tangga dan mengurus ke empat anaknya.

    Bu Emi sebenarnya memiliki 5 orang anak yang terlahir dari rahimnya, namun karena keadaan yang mendesak dan tidak memungkinkan anak pertama Bu Emi dititipkan kepada adik kandungnya. Hal ini dilakukan agar anak pertama Bu Emi bisa bersekolah dan memperoleh ijazah. Bu Emi terus betaut anak pertama untuk menyelesaikan kehidupan hingga berbuah dan berhasil memetik buah tersebut. Anak pertama Bu Emi sudah menyelesaikan sekolahnya di jenjang SMK, tetapi belum memperoleh ijazah karena ada beberapa adminitrasi yang belum diselesaikan. Namun perjuangan Bu Emi tidak berhenti di situ, Bu Emi terus bergerak, melaju dan terus ingin berusaha untuk mendapatkan Akte Lahir untuk keempat anaknya dan Kartu Keluarga untuk keluarganya serta memperoleh KTP untuk dirinya dan suami. Bu Emi sosok yang tidak menyerah dengan keadaan. Bu Emi kehilangan data-data waktu kebanjiran di kontrakan lamanya di daerah Cilincing, semua data-data hilang sehingga Bu Emi tidak mempunyai identitas diri serta keluargannya.

    Bu Emi hidup dengan keempat anaknya dan seorang suami di rumah kontrakan yang berukuran kecil dan sangat sederhana. Suami Bu Emi adalah seorang buruh pasir dengan penghasilan tidak menentu terkadang mendapatkan upah di bawah Rp 100.000 terkadang tidak sama sekali, tetapi Bu Emi tidak pernah berkecil hati atau putus asa untuk meninggalkan keluarganya dan terus berjuang untuk dirinya dan keempat anaknya. Bu Emi terus bergerak memenuhi kebutuhan sandang dan pangan karena tidak ingin mengeluh dengan segala kekurangan ekonomi yang terjadi di keluarganya. Bu Emi selalu bersyukur akan setiap kesempatan sehingga ia masih bertahan dengan suami dan keempat anaknya. Bu Emi selalu memberikan pendidikan yang bagus untuk semua anak didiknya yang ia ajar di PAUD. Dalam keluarga, ada sedikit kisah berbeda bagi anak ketiga Bu Emi, Anam Bachtiar seorang anak laki-laki yang pintar, baik, dan penurut harus merelakan diri untuk tidak melanjutkan sekolahnya bersama teman-teman sebaya. Teman-temannya masih menikmati tetap indahnya dunia pendidikan, harus berhenti di tengah jalan karena keadaan dan sulitnya ekonomi keluarga, ia ikhlas untuk berhenti dan mengalah agar kedua kakaknya tetap bersekolah dan bisa memperoleh ijazah. Anam sosok anak remaja yang terus belajar di tengah ekonomi keluarga yang semeraut di tambah dengan keadaan pandemic saat ini. Anam sosok anak yang merelakan waktunya dan sangat patuh terhadap ibunya.

    Akhirnya Anam Bachtiar bisa bersekolah kembali meskipun sedikit berbeda, namun Bu Emi selalu berkata, “tidak apa-apa toh semua ijazah sama saja”, yang penting bagaimana kita harus belajar hidup, Nak. Pendidikan itu sangat penting walaupun jalan yang di raih dan kesempatan yang didapatkan itu berbeda-beda. “Hidup selalu mempunyai tantangannya sendiri, kalo kita tidak bergerak kita tidak akan pernah tau hasil akhirnya akan seperti apa”. Anam Bachtiar sekarang mengikuti sekolah PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) di daerah Marunda. Bu Emi selalu bersyukur atas segala sesuatu yang terjadi terhadap dirinya ataupun keluarganya, seorang perempuan yang tidak mau berlarut dalam kesedihan dan selalu ingin bergerak serta melakukan segala sesuatu dengan ikhlas hati. Wlaupun beliau tidak mampu memberikan pendidikan yang baik untuk anaknya, tetapi dia memberikan pendidikan yang bagus untuk anak muridnya. Buah dari kesabaran Bu Emi mendapatkan data-datanya kembali, yaitu kartu keluarga dan akte lahir keempat anaknya. Terus berdoa dan bergerak meraih apa yang bisa diraih, semuanya akan indah di waktu yang tepat yang sudah ditentukan. 

“Seorang perempuan harus bisa menjadi nahkoda dan arah mata angin untuk dirinya dan mengajak semua keluarga ikut belayar tanpa meninggalkan kodrat sebagai wanita yang utuh tempat pulang terbaik untuk anak-anak dan suami”

Ditulis oleh: Mariana Silviani

Diperiksa oleh: Gabriella Amanda