Bidang Miring Sebagai Sarana Ramah Disabilitas

Bidang miring yang saya maksud adalah bidang jalan yang mempunyai sudut 20-30 derajat yang digunakan oleh orang yang mengalami disabilitas (keterbatasan fungsi alat gerak tubuh) untuk menuju suatu tempat tertentu. 

Fasilitas bidang miring memang sudah ada, walau tidak di semua tempat atau fasilitas publik, seperti gedung-gedung perkantoran, rumah ibadah, pusat perbelanjaan, atau sarana transportasi publik. 

Misalnya saja, sejak tahun 2005 pemerintah DKI membuat sarana transportasi publik “Transjakarta.” Fasilitas ini menyediakan bidang miring sebagai pengganti tangga untuk masyarakat yang mengalami disabilitas agar dapat mengakses bus Transjakarta. Saya memperhatikan bidang miring tersebut tidak merata dibuat pada setiap halte. Masih jarang sekali halte TransJakarta yang mempunyai bidang miring pada kedua sisi jembatan penyeberangannya. Ada halte yang hanya mempunyai bidang miring pada salah satu sisi penyeberangan, sementara sisi lainnya berupa anak tangga.

Pada sarana publik lainnya, semisal pusat perbelanjaan, rumah ibadah, ataupun perkantoran, masih sedikit yang mempunyai fasilitas bidang miring. 

Kehadiran bidang miring sebenarnya tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat yang mengalami disabilitas, tetapi juga bagi orang-orang yang mungkin sedang sakit, ibu hamil, lansia, atau balita yang belum atau tidak mempunyai tenaga yang maksimal untuk naik turun tangga.  

Ditulis oleh: Harry P.
Diedit oleh: Gabriella Amanda

Perkembangan Tulis-Menulis

“…Studi tentang tanda-tanda dan cara kerjanya merupakan wilayah kajian semiotika di mana ada dua unsur penting yang menyusun sebuah tanda yaitu penanda atau yang menandai (the signifier) dan petanda atau yang ditandai (the signified}. Sebuah penanda adalah bentuk atau medium dari tanda-tanda, contohnya suara, imaji, atau coretan yang membentuk kata dalam sebuah halaman; sementara petanda atau yang ditandai dipahami dalam kerangka konsep dan makna. Aktivitas yang menghasilkan makna lewat pengaturan tanda-tandi disebut “praktik penandaan” (signifiying practices) seperti tulisan ata lukisan. Sementara itu, totalitas tand-tanda yang bisa dipakai atau dijadikan sumber untuk menulis atau melukis disebut sebagai “sistem penandaan” (a signifiying system) …”

Barker, 2014

Lisan menjadi Tulisan

Tulisan adalah penemuan dalam praktik komunikasi manusia, hasil upaya manusia untuk mengawetkan bunyi, alat yang dipergunakan sebagian besar makhluk dalam berkomunikasi. Menurut catatan tulisan baru dikenal manusia sekitar 3.000 tahun SM; sebelumnya puluhan bahkan ratusan juta tahun kita hanya berkomunikasi lewat bunyi. Orang Mesir disebut-sebut sebagai salah satu bangsa yang pertama kali memerlukan aksara untuk berkomunikasi; dengan huruf hieroglif bangsa Mesir telah berhasil mengkomunikasikan keberadaan mereka dengan kita—orang yang hidup  dengan jarak ribuan tahun dan jarak tempat yang tidak terbatas. Di zaman sekarang kita masih dapat membaca catatan-catatan bangsa Mesir kuno dari mana saja, tanpa harus pergi ke sana.

Walter J. Ong dalam bukunya Technologizing of the World Menyebut tulisan sebagai hasil teknologi manusia. Proses perubahan dari bunyi menjadi aksara, dari pendengaran menjadi penglihatan, itu berlangsung secara bertahap. Dalam pembicaraan yang menyangkut kertas dan tinta, nenek moyang kita mula-mula menggunakan alat tulis yang antara lain berupa bulu angsa untuk menggoreskan huruf ke atas kertas. 

Setelah itu diciptakan mesin cetak. Dengan temuan ini tulisan yang dibuat dapat dilipatgandakan ratusan bahkan ribuan eksemplar dan disebarkan ke berbagai tempat lintas kota juga negara; setelah itu muncul mesin ketik manual dengan tinta pita; dan sekarang kita tidak perlu lagi menggunakan bulu angsa dan tinta, cukup dengan teknologi yang menghasilkan komputer. Kita tidak lagi membutuhkan kertas dan tinta untuk berkomunikasi tetapi cukup menekan-nekan tombol keyboard dan mengirimkan tulisan kita lewat dunia maya ke orang yang kita ajak berkomunikasi. 

Kertas Sentuh

    Louis Braille (1809-1852) melakukan inovasi tulisan timbul yang digunakan untuk tunanetra. Beliau terinspirasi oleh Charles Berbier yang menciptakan tulisan sandi berupa titik-titik timbul. Tulisan tersebut digunakan untuk kepentingan militer yang dibaca dengan cara diraba. Titik dalam tulisan ini terdiri atas titik yang berjajar dua-dua dalam bentuk vertikal.  

    Gagasan yang melatarbelakangi Louis Braille untuk membuat huruf timbul dengan titik-titik adalah memindahkan tulisan awas yang terlihat mata menjadi tulisan yang dapat diraba dengan jari. Beliau mengembangkan model penulisan huruf yang digunakan Barbier. Dia membuat enam titik dengan susunan tiga-tiga berdampingan. Dengan demikian, enam titik ini dapat membentuk kode abjad yang lebih jelas. Sistem penulisan inilah yang kita kenal sebagai huruf Braille. Setelah itu diciptakan juga alat tulisnya yaitu riglet dan stilus (diIndonesiakan). Untuk mempercepat penulisan maka, dibuatlah mesin ketik Braille oleh Frank Haven Hall sekitar tahun 1892. 

Layar Sentuh

Memasuki awal abad ke-21, perkembangan teknologi secara umum memasuki perubahan dari sistem analog ke digital. Hal tersebut juga terjadi pada teknologi komunikasi khususnya telepon genggam. Di era digital, telepon genggam atau yang disebut telepon pintar mempunyai banyak keunggulan yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Mulai dari surat elektronik, foto, video, musik, berbagai media sosial, termasuk juga beagam format tulisan seperti buku elektronik, docx, PDF, atau Txt—semuanya dapat diakses dan dibaca dengan menggunakan teknik sentuh dan ketuk pada layar.

Tunanetra dapat membaca segala tampilan menu yang ada di layar telepon dengan menggunakan aplikasi pembaca layar yang dapat diunduh atau sudah ada dalam telepon pintar. Aplikasi pembaca layar ini dapat berbicara bila layar telepon pintar disentuh—dengan beberapa kombinasi teknik usapan jari ke atas atau ke bawah, ke kiri atau ke kanan, juga teknik ketukan jari. Tunanetra dapat “membaca” dengan mendengarkan apa yang mereka sentuh pada layar berupa berbagai tulisan yang mereka inginkan, dan hal itu dapat dilakukan secara berulang,. Meraka juga dapat menulis catatan, dokumen, surat elektronik dan lainnya dengan menggunakan keyboard sentuh yang tersedia. Keyboard tersebut mempunyai tampilan tombol-tombaol yang sama seperti keyboard pada komputer sebenarnya.

Saling Melengkapi

Dulu, tunanetra secara manual membaca dengan rabaan tangan dan menulis menggunakan riglet stilus atau mesin ketik Braille. Sekarang, dengan media telepon pintar membaca dapat dilakukan dengan teknik sentuhan dan ketukan jari untuk memilih bacaan yang diinginkan, sedangkan menulis dilakukan dengan mengetuk keyboard pada telepon pintar. 

Saat ini tunanetra dihadapkan pada dua pilihan untuk melakukan aktifitas baca tulis. Materi fisik huruf Braille dan telepon pintar dengan aplikasi pembaca layar hadir berdapmpingan lengkap dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing. Huruf Braille pada kertas yang diraba lebih mengetengahkan kontak pembaca dengan kertas; ketelitian penelusuran dalam membaca—walaupun membutuhkan materi kertas yang banyak, waktu yang lebih lama, dan tempat penyimpanan yang luas. Di sisi lain aplikasi pembaca layar pada telepon pintar dapat menghemat waktu membaca dan tempat penyimpanan materi fisik bacaan, tetapi ada keterbatasan dalam hal memahami, karena tidak bisa mengulang “membaca” dengan cara mendengarkan secara cepat. Keduanya dapat saling melengkapi bahkan memperkaya akses baca tulis.

Ditulis oleh: Harry

Perlindungan Terhadap Disabilitas

Menjadi kelompok minoritas di negara berkembang tidaklah mudah. Salah satu kelompok minoritas itu adalah disabilitas yang mempunyai keterbatasan/ kekurangan fungsi indera penglihatan, pendengaran, intelektual/mental, maupun pada organ gerak motoriknya. 

Kondisi minor ini menciptakan tembok penghalang untuk siapapun dengan kondisi tersebut untuk dapat berinteraksi secara penuh, baik di keluarga, dan masyarakat juga dalam hal pemenuhan hak dasar hidup. 

Kelompok disabilitas yang kehilangan hak-hak dasar sebagai warga negara, juga mendapat stigma/cap yang dilekatkan pada diri mereka,seperti penyandang disabilitas itu tidak bisa berprestasi, tidak produktif, dan hanya menjadi beban keluarga dan masyarakat.

Stigma/cap inilah yang menjadi tembok penghalang kelompok disabilitas ketika Ingin hidup mandiri, bersekolah di sekolah inklusi, atau ketika melamar pekerjaan, atau terlibat di berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan.

LDD KAJ, tiada lelah melakukan kegiatan penyadaran hak penyandang disabilitas secara terus-menerus kepada keluarga, lembaga pendidikan, perusahaan, serta instansi pemerintah. LDD KAJ meyakini, sinergi antara penyandang disabilitas berkarya, keluarga, masyarakat, dan pemerintah, akan mampu membangkitkan dan memberdayakan penyandang disabilitas.  

Penyandang disabilitas diajak sadar akan hak asasinya; dan tidak malu menampilkan diri di tengah masyarakat, dengan percaya diri disertai karya, prestasi, dan kreasi. Hal ini diharapkan mampu mengubah persepsi dan stigma negatif dalam masyarakat terhadap penyandang disabilitas.

Pemenuhan hak dan kesamaan kesempatan di segala bidang dengan didukung aksesibilitas fisik/non-fisik, diharapkan dapat segera terwujud guna memampukan kelompok disabilitas sebagai manusia pembangunan Indonesia seutuhnya.

Ditulis oleh: Harry

Pemberdayaan Disabilitas

Salah satu bentuk pelayanan yang dilakukan oleh Divisi Pemberdayaan LDD-KAJ adalah pemberdayaan disabilitas. LDD melakukan pemberdayaan dengan tujuan menggali dan mengoptimalkan segala potensi kemampuan yang dimiliki oleh komunitas disabilitas agar mereka memiliki modal keahlian yang dapat dijadikan salah satu aspek pendukung aktualisasi diri, serta kemandirian hidup secara utuh. Pemberdayaan yang dilakukan meliputi: 

1. Pelatihan bahasa Inggris online. Kegiatan ini bertujuan untuk memfasilitasi disabilitas dalam mengembangkan kemampuan bebahasa Inggris, guna menunjang aktivitas, belajar di sekolah, perguruan tinggi; serta di dunia kerja.

2. Pelatihan keahlian dasar hidupi. Aktifitas ini bertujuan melengkapi disabilitas dengan berbagai keahlian dasar yang dapat membantu mereka hidup secara mandiri, mengurangi ketergantungan terhadap orang lain. Pelatihan yang diberikan adalah: baca tulis Braille, orientasi mobilitas, pelatihan HP bicara, dan bahasa isyarat.

3. Kerajinan tangan (Jahit, sulam), kelompok ini membuat bebagai macam kerajinan jahit sulam dengan berbagai variasi bentuk dan motif untuk tas, baju, taplak, pembungkus galon, celemek, taplak, pembungkus tisu dan lain-lain. Kedua, di tahun 2021, kelompok ini mulai membuat seragam untuk anak-anak usia sekolah. 

4. Temu komunitas virtual. Wadah ini memberikan ruang kepada disabilitas untuk saling berbagi pengalaman hidup; merupakan ajang untuk saling menguatkan satu sama lain dalam mengatasi masalah mereka. Biasaya acara diawali dengan seminar kecil dengan tema besar misalnya: kesehatan, pendidikan, atau motivasi psikologi yang dapat menambah wawasan dan semangat bagi disabilitas untuk secara inklusif mendekatkan diri kepada masyarakat.  

5. Usaha Backing corner, membuat berbagai makanan ringan kering dan basah. Pelatihan ini bertujuan pertama, menumbuhkan semangat mencipta lapangan pekerjaan. Kedua, hasil dari usaha tersebut dapat memenuhi dan menambah penghasilan rumah tangga mereka.

Kegiatan pemberdayaan yang dilakukan akan menjadi bermakna bila terjadi perubahan perspektif yang lebih positif terhadap disabilitas . Kekurangan yang bersifat fisik tidak menghilangkan hak dan kewajibannya sebagai manusia utuh. Sangat dibutuhkan kerendahan hati dari masyarakat non-disabilitas (mayoritas), untuk memberi, menciptakan akses, ruang, kesempatan bagi teman-teman disabilitas dalam berinteraksi sosial, belajar, dan bekerja. (Harry, 5/4/21)

Menjadi Ibu Tangguh di tengah Pandemi

Langit begitu cerah seakan-akan awan ingin terus menjadi saksi akan kehidupan yang sudah terjadi. Waktu terus berputar dan jarum jam terus berlari, meninggalkan detik, menit, dan hari terus berganti. Siang ini kami berjalan ke arah utara menggunakan kendaraan LDD-KAJ bersama Tim Advokasi, kami mengunjungi salah seorang ibu yang sangat tangguh dan berhati mulai, beliau adalah sosok perempuan yang sangat setia terhadap keluarga dan anak-anaknya. Bu Emi adalah guru PAUD dampingan LDD-KAJ yang terletak di pesisir laut Jakarta Utara di wilayah Pantai Indah Marundah (PIM). Bu Emi adalah sosok cerminan perempuan Indonesia yang kuat, beliau sosok perempuan yang tidak mudah menyerah di tengah keterbatasan ekonomi keluarga, Bu Emi tetap mau bergerak bukan semata-mata untuk dirinya tapi untuk semua anak didik yang beliau ajarkan. Sebelum Bu Emi menjadi seorang guru PAUD LDD-KAJ, Bu Emi sempat bekerja di salah satu apartemen yang ada di Jakarta Pusat tepatnya di daerah Kemayoran. Namun Bu Emi harus berhenti karena kecintaannya terhadap keluarga dan suami. Bu Emi mengundurkan diri atas dasar perintah dan arahan dari suami untuk menjadi Ibu rumah tangga dan mengurus ke empat anaknya.

    Bu Emi sebenarnya memiliki 5 orang anak yang terlahir dari rahimnya, namun karena keadaan yang mendesak dan tidak memungkinkan anak pertama Bu Emi dititipkan kepada adik kandungnya. Hal ini dilakukan agar anak pertama Bu Emi bisa bersekolah dan memperoleh ijazah. Bu Emi terus betaut anak pertama untuk menyelesaikan kehidupan hingga berbuah dan berhasil memetik buah tersebut. Anak pertama Bu Emi sudah menyelesaikan sekolahnya di jenjang SMK, tetapi belum memperoleh ijazah karena ada beberapa adminitrasi yang belum diselesaikan. Namun perjuangan Bu Emi tidak berhenti di situ, Bu Emi terus bergerak, melaju dan terus ingin berusaha untuk mendapatkan Akte Lahir untuk keempat anaknya dan Kartu Keluarga untuk keluarganya serta memperoleh KTP untuk dirinya dan suami. Bu Emi sosok yang tidak menyerah dengan keadaan. Bu Emi kehilangan data-data waktu kebanjiran di kontrakan lamanya di daerah Cilincing, semua data-data hilang sehingga Bu Emi tidak mempunyai identitas diri serta keluargannya.

    Bu Emi hidup dengan keempat anaknya dan seorang suami di rumah kontrakan yang berukuran kecil dan sangat sederhana. Suami Bu Emi adalah seorang buruh pasir dengan penghasilan tidak menentu terkadang mendapatkan upah di bawah Rp 100.000 terkadang tidak sama sekali, tetapi Bu Emi tidak pernah berkecil hati atau putus asa untuk meninggalkan keluarganya dan terus berjuang untuk dirinya dan keempat anaknya. Bu Emi terus bergerak memenuhi kebutuhan sandang dan pangan karena tidak ingin mengeluh dengan segala kekurangan ekonomi yang terjadi di keluarganya. Bu Emi selalu bersyukur akan setiap kesempatan sehingga ia masih bertahan dengan suami dan keempat anaknya. Bu Emi selalu memberikan pendidikan yang bagus untuk semua anak didiknya yang ia ajar di PAUD. Dalam keluarga, ada sedikit kisah berbeda bagi anak ketiga Bu Emi, Anam Bachtiar seorang anak laki-laki yang pintar, baik, dan penurut harus merelakan diri untuk tidak melanjutkan sekolahnya bersama teman-teman sebaya. Teman-temannya masih menikmati tetap indahnya dunia pendidikan, harus berhenti di tengah jalan karena keadaan dan sulitnya ekonomi keluarga, ia ikhlas untuk berhenti dan mengalah agar kedua kakaknya tetap bersekolah dan bisa memperoleh ijazah. Anam sosok anak remaja yang terus belajar di tengah ekonomi keluarga yang semeraut di tambah dengan keadaan pandemic saat ini. Anam sosok anak yang merelakan waktunya dan sangat patuh terhadap ibunya.

    Akhirnya Anam Bachtiar bisa bersekolah kembali meskipun sedikit berbeda, namun Bu Emi selalu berkata, “tidak apa-apa toh semua ijazah sama saja”, yang penting bagaimana kita harus belajar hidup, Nak. Pendidikan itu sangat penting walaupun jalan yang di raih dan kesempatan yang didapatkan itu berbeda-beda. “Hidup selalu mempunyai tantangannya sendiri, kalo kita tidak bergerak kita tidak akan pernah tau hasil akhirnya akan seperti apa”. Anam Bachtiar sekarang mengikuti sekolah PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) di daerah Marunda. Bu Emi selalu bersyukur atas segala sesuatu yang terjadi terhadap dirinya ataupun keluarganya, seorang perempuan yang tidak mau berlarut dalam kesedihan dan selalu ingin bergerak serta melakukan segala sesuatu dengan ikhlas hati. Wlaupun beliau tidak mampu memberikan pendidikan yang baik untuk anaknya, tetapi dia memberikan pendidikan yang bagus untuk anak muridnya. Buah dari kesabaran Bu Emi mendapatkan data-datanya kembali, yaitu kartu keluarga dan akte lahir keempat anaknya. Terus berdoa dan bergerak meraih apa yang bisa diraih, semuanya akan indah di waktu yang tepat yang sudah ditentukan. 

“Seorang perempuan harus bisa menjadi nahkoda dan arah mata angin untuk dirinya dan mengajak semua keluarga ikut belayar tanpa meninggalkan kodrat sebagai wanita yang utuh tempat pulang terbaik untuk anak-anak dan suami”

Ditulis oleh: Mariana Silviani

Diperiksa oleh: Gabriella Amanda

Pendampingan Disabilitas

Disabilitas adalah suatu kondisi gagalnya interaksi antara orang yang mempunyai hambatan fisik dengan lingkungannya. Hambatan itu berupa hilangnya sebagian atau seluruh fungsi alat indera pada tubuh, bisa disebabkan karena kecelakaan, faktor genetik, atau pola hidup yang tidak sehat.

Orang dengan disabilitas merupakan bagian dari keragaman fisik seperti halnya keragaman warna kulit, atau tinggi badan. Mereka hanya membutuhkan akses penghubung untuk dapat melakukan aktifitas sama seperti orang non-disabilitas.

 Saat bertemu orang dengan disabilitas sapalah, ajaklah berbicara sama seperti yang dilakukan kepada orang non disabilitas.

TUNA NETRA

  • Bila bertemu tuna netra, sapalah, lalu sentuh siku atau lengan mereka, kemudian bertanya hendak ke mana atau apakah membutuhkan pertolongan.
  • Bila hendak menuntun kita berdiri satu langkah di depannya.
  • Disarankan untuk tidak menuntun tuna netra dengan cara memegang atau menarik tongkat, karena tongkat itu merupakan “mata” bagi tuna netra utuk menentukan posisi dan arah mereka.
  • Ketika akan menuntun, berikan siku kita agar dapat dipegang oleh tuna netra.
  • Hindari kata-kata seperti awas, yang ini, atau yang itu.
  • Saat berjalan, tuna netra berada di sisi yang aman. Misalnya saat berjalan di trotoar jalan raya, tuna netra berada di sisi dalam, sedangkan pendamping berada di sisi luar yang bersebelahan dari arah jalan raya.
  • Pendamping memberikan informasi tentang keadaan jalan yang dilalui. contoh apabila ada jalan yang rusak, bila ada hambatan benda-benda atau kerumunan orang di depan, dan sebagainya.
  • Bila ingin meninggalkan tuna netra, hendaknya memberi tahu bahwa kita ingin pergi, agar tuna netra paham bahwa dia akan sendiri.

TUNA RUNGU

  • Bila berbicara dengan tuna rungu, kita harus berdiri berhadapan wajah dengannya.
  • Saat berbicara, sebaiknya perlahan dengan ucapan yang jelas, agar mereka dapat memahami gerak bibir kita.
  • Bila ada kesempatan pelajari bahasa isyarat setidaknya menguasai huruf abjad.

TUNA GRAHITA

  • Berbicara dengan bahasa yang sederhana berupa kalimat-kalimat pendek dan pilihan kosa kata yang mudah dimengerti

TUNA DAKSA

  • Ketika berbicara dengan tuna daksa, posisi wajah kita harus sama dengan wajah mereka
  • Tidak memperhatikan bagian tubuh yang mengalami kekurangan dalam waktu lama.
  • Bila mendampingi orang dengan kursi roda, tidak diperkenankan bagi kita untuk menumpangkan kaki pada kursi roda, karena kursi roda itu bagi mereka merupakan bagian dari tubuh mereka.
  • Doronglah kursi roda dengan kecepatan yang wajar
  • Bila melalui bidang meiring, maka pendamping dan pengguna kursi roda berjalan mundur. Posisi pendamping menopang kursi roda saat berjalan mundur.

Kesetaraan hak akan terwujud apabila masyarakat non disabilitas membuka diri secara positif dalam memandang kehadiran orang dengan disabilitas. Masyarakat non disabilitas dapat menjadi sumber pikiran, mata, telinga, kaki dan tangan bagi mereka yang disabilitas, sehingga dengan demikian sekat-sekat, kesenjangan, dan stigma akan hilang digantikan dengan relasi kehidupan yang setara, wajar dan inklusif.  

Penulis: Harry Pattiradjawane

Keterampilan Hidup Sehari-hari – Baca Tulis Braille, Orientasi Mobilitas, HP bicara, dan Bahasa Isyarat

Baca tulis Brille, orientasi mobilitas, HP bicara dan bahasa isyarat adalah bentuk-bentuk keterampilan yang penting untuk dikuasai oleh disabilitas. Keterampilan ini mengurangi ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktifitas hidup dasar sehari-hari. 

Baca Tulis Braille.

Seperti halnya orang yang non disabilitas netra, kehadiran aksara juga dibutuhkan oleh saudara-saudari kita yang disabilitas netra. Aksara, yang dapat menghasilkan kata, kalimat, dan paragraf diyakini sebagai simbol yang paling efektif untuk menyampaikan gagasan pemikiran kita.

Huruf Braille adalah suatu bentuk sistem baca tulis yang digunakan oleh teman-teman disabilitas netra dalam membaca dan menulis. Penyajian huruf Braille berupa enam titik timbul yang disusun berdampingan dua lajur. Masing-masing lajur terdiri dari tiga titik ke bawah. Alat tulis yang digunakan disebut riglet stilus (ejaan Indonesia). Riglet adalah papan lipat yang terbuat dari plastik atau besi untuk memuat kertas. Stilus adalah pena untuk membuat huruf timbul. Cara menulis huruf Braille dari kanan ke kiri, sementara membacanya dari kiri ke kanan dengan menggunakan rabaan jari-jari tangan. 

Orientasi Mobilitas

Orientasi mobilitasi adalah sebuah keterampilan bagi masyarakat disablitas netra untuk menentukan arah, keberadaan, dan pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya. Dalam prakteknya orientasi mobilitas membutuhkan bantuan indera pendengaran, penciuman, serta indera gerak tangan, dan kaki.

Saat melakukan pergerakan mandiri dari satu tempat ke tempat lain, disabilitas netra diwajibkan menggunakan tongkat putih (white cane). Tongkat putih mempunyai dua fungsi. Pertama, sebagai “mata”, artinya saat disabilitas netra berjalan—dengan teknik mengetuk atau menggeser,  tongkat dapat diarahkan melihat kondisi jalan serta segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Fungsi kedua adalah sebagai alat penanda bahwa orang yang menggunakannya adalah disabilitas netra, sehingga masyarakat non disabilitas netra manjadi sadar bahwa ada disabilitas netra di sekitar mereka yang perlu diberi bantuan sesuai kebutuhannya. 

3 Bahasa Isyarat

Bahasa isyarat adalah simbol untuk menyampaikan suatu pesan antara masyarakat non disabilitas rungu kepada disabilitas rungu atau antara sesama disabilitas rungu. Bahasa isyarat disampaikan melalui bahasa tubuh—berupa  gerakan badan dengan menggunakan gestur  (gerakan tangan, dan ekpresi wajah tertentu).

Pelatihan bahasa isyarat bertujuan agar semakin banyak masyarakat non disabilitas rungu yang menguasai bahasa isyarat sehingga dengan demikian dapat mendekatkan jarak,dan menciptakan komunikasi yang inklusif antara masyarakat non disabilitas rungu dengan disabilitas rungu.  

Artikel ditulis oleh: Harry Pattiradjawane

Suka Cita Bingkisan Paskah

Menyambut Paskah 2021, LDD KAJ memberikan para penyandang disabilitas tempat untuk berkarya sembari memproduksi beragam macam bingkisan.

Halo #SobatLDD !

Dalam rangka menyambut Hari Raya Paskah, LDD KAJ telah mempersiapkan bingkisan unik lho! Bingkisan Paskah atau Easter Pouch LDD ini dibuat oleh teman-teman penyandang disabilitas, dan telah tersedia di Tokopedia LDD! Yuk, pesan sebelum kehabisan! Geser ke kiri untuk informasi lebih lanjut, ketuk tautan pada bio Instagram kami untuk mengakses Tokopedia kami di tokopedia.com/lddkaj

Kelompok Belajar Anak Virtual di Era Digital dan Pandemi

Virtual learning mengacu pada proses pembelajaran yang terjadi di kelas maya yang berada dalam cyberspace melalui jaringan Internet (Pannen, 1999). Penerapan virtual learning ditujukan untuk mengatasi masalah keterpisahan ruang dan waktu antara siswa dan pengajar melalui perangkat yang tersambung dengan internet seperti komputer atau smartphone.

Pendidikan mengambil wajah baru melalui kecanggihan teknologi yang terus berkembang. Kelompok Belajar Anak (KBA) Virtual atau kelompok belajar secara daring sekarang menjadi primadona di masa pandemi Covid-19. Adapun upaya yang Divisi Pemberdayaan lakukan untuk warga dampingan LDD-KAJ adalah mendampingi kelompok belajar secara virtual setiap hari Sabtu, pukul 09.00 pagi, bersama dengan teman-teman relawan muda LDD KAJ. Melalui KBA Virtual, Divisi Pemberdayaan LDD KAJ terus berusaha untuk meningkatkan pendidikan bagi anak-anak warga dampingan agar mereka mempunyai daya saing dan dapat menjadi bekal kehidupan mereka di masa yang akan datang.

Fokus pembelajaran pada KBA Virtual tersebut terdapat pada satu mata pelajaran, yaitu Bahasa Inggris. Mata pelajaran ini dipilih sebagai pusat perhatian pengajaran kami karena Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang umum dipakan di dunia. Pembelajaran ini juga tidak jauh melenceng dari kurikulum yang ada pada sekolah, agar tidak terlalu menyulitkan.

Sejauh ini, KBA Virtual LDD KAJ sudah terjadi selama 4 kali pertemuan. Pada pertemuan pertama, terdapat satu wilayah yang mengikuti yaitu Mutiara Pitung, Jakarta Utara. Pesertanya ada 6: Nindi, Putra, Safa, Diana, Malaya, dan Winda, yang di dampingi oleh 19 Relawan muda untuk perkenalan dan icebreaking. Pada minggu kedua, wilayah peserta KBA Virtual berdambah 1, yaitu dari wilayah Muara Angke. Pada minggu ketiga, terjadi penambahan wilayah yang ikutserta dalam KBA Virtual, yaitu wilayah Rawa Elok, sehingga terdapat 3 wilayah dan 35 peserta yang mengikuti KBA tersebut. Pada minggu keempat, tidak terdapat penambahan wilayah, namun para peserta dan relawan tetap antusias mengikuti kegiatan tersebut.

Para peserta sangat menikmati kegiatan tersebut. Selain mempelajari hal-hal baru, para peserta yang mayoritas berada di bangku Sekolah Dasar dapat melakukan pembelajaran sembari bermain dan menonton cuplikan-cuplikan video edukatif. Para peserta juga terlihat aktif dalam diskusi yang diadakan dalam KBA Virtual tersebut.

Melalui KBA Virtual, diharapkan agar para peserta yang mayoritas berasal dari keluarga prasejahtera, dapat mempunyai kemampuan bahasa Inggris yang mencukupi. Hal ini agar kedepannya, merekapun dapat bersaing dan mencari kehidupan yang lebih layak.

Ditulis oleh: Silvi | Diedit oleh: Rafael Deo dan Aryo Pradhana

Bantuan Pendidikan Bagi Warga Prasejahtera

Pendidikan adalah salah satu ujung tombak perubahan sosial baik secara material maupun nonmateri. Dengan  pendidikan kita dapat meraih cita cita dan juga merubah kehidupan. Meskipun pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan dan program program tentang pendidikan diantaranya sekolah gratis, Bantuan Oprasional Sekolah (BOS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan masih banyak lagi program program lainnya. Namun demikian, masih banyak diantara masyarakat umum yang belum bisa mengakses kebijakan tersebut. Banyak anak-anak usia sekolah yang terpaksa putus sekolah bahkan tidak bersekolah karena kondisi ekonomi keluarga yang kekurangan.

Kondisi tersebut adalah sama seperti yang dialami Anam Bachtiar yang tinggal di Cilincing,Jakarta utara. Oleh sebab kondisi keluarga yang tidak mampu membiayai sekolah formal, maka ia terpaksa sekolah dengan mengikuti program paket B, begitupun juga dengan adik kandung Anam Bachtiar yang juga terpaksa bersekolah program paket B agar tetap bisa sekolah.

Selain itu, beberapa anak dari disabilitas netra terkendala sekolahnya karena permasalahan ekonomi keluarga. Sebagian besar dari mereka berprofesi sebagai pedagang kerupuk keliling dan jasa pijat rumahan ataupun keliling, seperti contohnya Ibu Yati Nurhayati yang tinggal di Perumnas 3, Kecamatan Bekasi Timur. Beliau disabilitas netra yang berprofesi sebagai jasa pijat rumahan dan juga single parent karena suami yang telah meninggal dunia. Ibu Yati Nurhayati saat ini masih membiayai anak keduanya yaitu Alfin Alfajri yang masih bersekolah di SMK Karya Guna 1 Bekasi. Sedangkan kakak kandung Alfin Alfajri yang sudah lulus sekolah, tak mampu mengambil ijazahnya karena tidak mampu dalam perihal biaya.

Oleh karena itu, Lembaga Daya Dharma Keuskupan Agung Jakarta melalui divisi pemberdayaan khususnya bidang bantuan pendidikan “Ayo Sekolah Ayo Kuliah” menjaring relasi dengan berbagai pihak, diantaranya Yayasan Louis Braile, Persaudaraan  Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Bantargebang, para Community Leader (CL) di wilayah Marunda Cilincing, dan pihak pihak lain baik personal maupun kelompok untuk saling mendukung dalam program bantuan pendidikan tersebut. Pada saat ini anak anak yang telah mendapatkan bantuan pendidikan berupa bantuan spp sekolah sebanyak 9 anak yang tersebar di wilayah Bantargebang Bekasi dan Marunda Cilincing Jakarta Utara.  

Bantuan yang diberikan merupakan dalam bentuk transfer kepada rekening sekolah yang bersangkutan, untuk menjamin efektivitas dan akurasi penggunaan dana bantuan.