Domus Isoman – Gerak Siaga Bela Rasa

Pandemi Covid -19 di Indonesia setelah setahun berlalu belum juga menunjukan tanda-tanda membaik. Bahkan mulai Juni 2021 lalu, terjadi kenaikan tingkat warga terpapar hingga berlipat kali dibanding tahun sebelumnya. Pelayanan rumah sakit di DKI Jakarta berubah menjadi kritis, hampir semuanya penuh.

Kondisi seperti itu membuat gerakan isiolasi di rumah bagi para penyintas yang bergejala ringan menjadi pilihan terbaik. Yang menjadi masalah adalah para penyintas dari keluarga pra sejahtera yang tidak memiliki keterbatasandi rumah tempat tinggalnya. Dari ukuran rumah tinggal yang kecil, terbatasnya kamar dan padatnya penghuni malah berpotensi menjadi sumber penularan baru. Belum lagi tentang kebutuhan nutrisi, vitamin, dan obat-obatan yang dibutuhkan agar imunitas meningkat dan virus yang menggeroggoti tubuh bisa berakhir tanpa menular pada orang lain.

Domus Isoman adalah gerakan bela rasa yang ingin membantu para penyintas covid dari keluarga pra sejahtera agar menjalani isolasi mandiri secara lebih baik. Gerakan baik ini diinisiasi oleh komisi PSE KAJ bersama LDD KAJ dan bergerak bersama komisi kesehatan, komisi pendidikan, dan paroki- paroki di KAJ serta para donatur yang berkehendak baik. Sampai dengan 16 Agustus ini sudah ada beberapa Domus Isoman yang beroperasi seperti di sekolah Pangudiluhur – Paroki Jagakarsa, sekolah Pangudiluhur Paroki Kampung Sawah, sekolah Santa Maria dan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santo Carolus paroki Matraman, Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi dan Sekretari Tarakanita Paroki Duren Sawit.

Sebagian dari Domus Isman itu sudah ada penyintas yang dilayani dan ada yang sudah purna isomannya –  pulih kembali kesehatananya. Sebagian yang lain sudah siap siaga, namun belum ada penyintas yang dilayani. Belum adanya penyintas yang dilayani, bukan berarti Domus Isoman ini tidak memiliki fungsi atau manfaat dalam kerangka ketangguhan warga terhadap risiko bencana.

Dalam kerangka gerakan kesiapsiagaan warga terhadap situasi bencana, penulis mencoba mendiskripsikan gerakan Domus Isoman sebagai gerakan kesiapsiagaan dalam siklus kebencanaan.  Tujuan utamanya adalah “melayani kehidupan (pro life) : melayani yang membutuhkan bantuan isolasi mandiri penyintas covid”.  

Berikut ini bebebapa alternatif indikator keberhasilan Domus Isoman sebagai gerakan kesiapsiagaan dalam siklus kebencanaan :

  • Ada kesiapan sarana dan fasilitas yang dibutuhkan.

Sarana dan fasilitas itu seperti kamar, tempat tidur, toilet, tempat sampah, perlengkapan medis penunjang, dan lainnya.

  • Ada kesiapan sistim operasi.

Ini adalah prosedur-prosedur standar dan protokol-protokol yang diperlukan agar pelayanan bisa terlaksana secara maksimal dengan mengurangi risiko bagi para pelayanan maupun yang dilayani.

  • Ada kesiapan personil.

Ini adalah pelayanan oleh manusia untuk manusia. Personil yang memiliki kapasitas dan komitmen dibutuhkan agar sistim operasi bisa berjalan dengan baik.

  • Ada kesiapan logistik.

logistik atau kebutuhan dasar sebagai pendukung terlaksanannya operasi pelayanan secara maksimal dan berkelanjutan seperti bahan makan, obatanobatan, perlengkapan medis dasar, oksigen, dll.

  • Ada Jaringan.

Gerakan mestinya tidak bisa dilakukan satu pihak saja, diperlukan pengembangan jaringan bersama pihak-pihak yang berkehendak baik dan relevan dengan kebutuhan pelayanan.

  • Ada Publikasi.

Ini adalah upaya inklusi agar para pihak yang membutuhan pelayanan dan ingin membantu pelayanan bisa ikut terlibat. Kita semua berharap, pandemi segera berakhir dan Domus Isoman juga segera ditutup. Sejarah gerakan bela rasa akan mencatat bahwa dalam setiap kesulitan yang dihapai oleh kemanusiaan, akan selalu ada inspirasi kreatif untuk

Kita semua berharap pandemi segera berakhir dan Domus Isoman juga segera ditutup secara operasional, namun kesiapsiagaan Domus Isoman tetap bergerak. Sejarah gerakan bela rasa akan mencatat bahwa dalam setiap kesulitan yang dihapai oleh kemanusiaan, akan selalu ada inspirasi kreatif untuk terlibat megatasi kesulitan.

Ditulis oleh: F.X. Yono Hascaryo Putro

Bidang Miring Sebagai Sarana Ramah Disabilitas

Bidang miring yang saya maksud adalah bidang jalan yang mempunyai sudut 20-30 derajat yang digunakan oleh orang yang mengalami disabilitas (keterbatasan fungsi alat gerak tubuh) untuk menuju suatu tempat tertentu. 

Fasilitas bidang miring memang sudah ada, walau tidak di semua tempat atau fasilitas publik, seperti gedung-gedung perkantoran, rumah ibadah, pusat perbelanjaan, atau sarana transportasi publik. 

Misalnya saja, sejak tahun 2005 pemerintah DKI membuat sarana transportasi publik “Transjakarta.” Fasilitas ini menyediakan bidang miring sebagai pengganti tangga untuk masyarakat yang mengalami disabilitas agar dapat mengakses bus Transjakarta. Saya memperhatikan bidang miring tersebut tidak merata dibuat pada setiap halte. Masih jarang sekali halte TransJakarta yang mempunyai bidang miring pada kedua sisi jembatan penyeberangannya. Ada halte yang hanya mempunyai bidang miring pada salah satu sisi penyeberangan, sementara sisi lainnya berupa anak tangga.

Pada sarana publik lainnya, semisal pusat perbelanjaan, rumah ibadah, ataupun perkantoran, masih sedikit yang mempunyai fasilitas bidang miring. 

Kehadiran bidang miring sebenarnya tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat yang mengalami disabilitas, tetapi juga bagi orang-orang yang mungkin sedang sakit, ibu hamil, lansia, atau balita yang belum atau tidak mempunyai tenaga yang maksimal untuk naik turun tangga.  

Ditulis oleh: Harry P.
Diedit oleh: Gabriella Amanda

Belajar Kepemimpinan Melalui Sharing Bersama

Kevano, salah satu Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar membagikan pengetahuan dan pengalamannya tentang kepemimpinan. Dengan lancar dan penuh semangat, Kevano menampilkan presentasi tentang dasar-dasar kepemimpinan. Setidaknya ada dua hal mendasar yang menjadi perhatian Kevano dalam upaya membangun kepemimpinan, yakni upaya pengembangan prinsip kepemimpinan dan kemampuan pemimpin. Dua hal itu dipresentasikan evano dengan contoh lewat sharing pengalaman pribadinya ketika menempuh studi di Kolese Kanisius Jakarta dan keterlibatannya dalam kegiatan di kampusnya saat ini.

Tidak Setengah-setengah

Salah satu pesan kepemimpinan yang disampaikan Kevano bahwa kepemimpinan adalah totalitas yang artinya tidak setengah-setengah. Totalitas berarti mengupayakan berbagai cara dengan daya terbaik agar tujuan bisa tercapai. Kemauan belajar dari berbagai pihak juga menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan kapasitas diri dan organisasi. Kerelaan untuk berkorban menjadi semangat yang harus terus menyala demi hasil yang terbaik. Tugas kepemimpinan menurut Kevano adalah membangan solidaritas dan menjadi bagian dari gerakan dalam menyelesaikan masalah.

Sekilas Tentang VOLT

Sharing pengalaman dan pengetahun oleh Kevano itu dilakukan dalam pertemuan virtual dalam progam VOLT pada Sabtu, 12 Juni 2021. Program Volunteering and Leadership Training (VOLT) diinisiasi oleh Lembaga Daya Dharma  (LDD) KAJ  berkolaborasi dan bersinergi dengan para relawan muda LDD KAJ. Ada 31 orang muda menjadi peserta VOLT pada angkatan perdana ini. Mereka dari berbagai latar belakang berbeda, termasuk perbedaan umur, asal sekolah, asal suku, dan agama.  VOLT perdana ini didedikasikan untuk peserta dari siswa SLTP, SLTA, dan mahasiswa. Para mentor dan panitia penyelenggara yang terlibat aktif dalam VOLT adalah para relawan muda LDD KAJ yang sudah dan sedang terlibat dalam gerakan sosial bela rasa bersama LDD KAJ. 

 Program VOLT dibentuk untuk  memfasilitasi orang muda untuk saling asah, asih, dan asuh dalam proses pembentukan jati diri kepemimpinan yang unggul dan memiliki hati peduli untuk membangun keadaban publik dengan terlibat dalam gerakan sosial bela rasa. Peserta bersama para mentor dan panitia berinteraksi dalam proses pembelajaran tentang isu kepemimpinan dan sosial kemasyarakatan. Berproses bersama untuk mengetahui, memahami, menganalisa penyebab kemiskinan dan mencari gagasan kreatif sebagai solusi mengatasi permasalahan sosial itu.

Perjuangan Menuju Dunia Ramah Anak

“Tanah ini sebelumnya mau digusur, tapi saya menegaskan kepada pihak-pihak yang bersangkutan, jika PAUD-nya kena gusur, harus dibuatkan PAUD lain sebagai gantinya untuk anak-anak di sekitar sini.” Ujar ibu Aisha salah satu guru PAUD Bahrul Iman. 

PAUD Bahrul Iman berada di pinggiran pesisir Jakarta Utara. Tepatnya di Blok Eceng – Muara Angke. Di tahun 2021 ini, PAUD Hahrul Iman dihadapkan dengan kenyataan menurunnya jumlah murid yang mendaftar di PAUD. Namun demikian  para guru tidak berkecil hati dan sepakat akan sama-sama akan menaikan kualitas PAUD agar dapat lebih memberi dampak pada  masyarakat di sekitar daerah tersebut. Dengan strategi ini diharapkan akan lebih banyak masyarakat yang mempercayakan anaknya untuk bersekolah di PAUD Bahrul Iman blok Eceng

Golden age atau periode umur emas adalah tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat penting  pada masa awal kehidupan anak. Dimasa ini otak anak umumnya bertumbuh dan menyerap informasi secara maksimal, maka diperlukannya perhatian khusus dari orangtua dan lingkungan sekitar terhadap anak. Kisaran umur anak saat memasuki dunia Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah  4-6 tahun. Masa ini tentunya adalah masa emas anak (golden age).

Lembaga Daya Dharma pada tahun ajaran 2020 – 2021  mendampingi 373 anak dalam usia emas itu melalui PAUD yang tersebar di delapan wilayah pesisir pantai Jakarta. Banyak sekali hal yang dilakukan untuk memaksimalkan pendampingan agar anak mampu berkembang secara baik dan dapat menyalurkan potensi yang dimilikinya kepada masyarakat. Dilatarbelakangi hal tersebut, LDD KAJ sedang bergelut untuk mengembangkan  kurikulum yang ramah anak. Kurikulum yang tidak hanya mementingkan kemampuan kognitif anak namun juga mampu turut  mengembangkan sembilan potensi yang dimiliki anak dalam kurikulum  Pendidikan Holistik Berbasis Karakter.  

Tentu banyak aspek-aspek yang harus dipertimbangkan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan ramah anak ini. Baik lingkungan keluarga anak, lingkungan tempat tinggal anak, hingga tempat pendidikan anak itu sendiri. Maka banyak sekali kegiatan yang kita lakukan untuk membangun kesadaran terhadap guru maupun orangtua anak didik. Kebanyakan guru PAUD dampingan  LDD KAJ memang bukan berasal dari guru yang berpendidikan khusus dan terverifikasi untuk mengajar, maka tugas utama LDD KAJ  adalah terus meningkatkan kapasitas guru dengan berbagai pelatihan

Tidak hanya pelatihan, pendampingan secara personal setiap PAUD juga  berikan, seperti yang  lakukan pada Selasa, 02 Maret 2021 di PAUD Bahrul Iman Muara Angke blok Eceng. PAUD kali ini memang sedikit berbeda dibandingkan dengan PAUD lainnya, beberapa kendala seperti lokasi strategis PAUD, bangunan PAUD, hingga kapasitas guru PAUD memberi dampak bagi jumlah murid yang dipercayakan oleh orang tua kepada PAUD tersebut, ditambah lagi kondisi Pandemi ini yang membuat situasi menjadi lebih sulit. 

Berefleksi dari semangat guru inilah yang menjadikan LDD KAJ  tetap semangat mendampingi setiap PAUD untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anak didik. Walaupun apa yang diberikan terkait dengan kurikulum pembelajaran merupakan hal yang baru bagi warga disana, dan masih banyak hal yang perlu perbaiki, namun  kami sepakat untuk terus memberikan yang terbaik bagi anak-anak kita untuk hidupnya dikelak kemudian hari.

Penulis :Dita Angraheni   (Divisi Advokasi)

Editor : Divisi Litbnag 

Menerima Disabilitas Sebagai Kurikulum PAUD

Adanya perbedaan di tengah-tengah masyarakat merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia. Salah satunya adalah perbedaan kondisi fisik, mental dan intelektual. Salah satu indikasi suatu bangsa dikatakan berbudaya maju & luhur, adalah  adanya kesetaraan antara warga negara ‘yang kurang’ fisik/mental/intelektualnya dengan yang ‘lengkap’. Dan selayaknyalah kita bisa membuktikan bahwa Indonesia adalah salah satu bangsa  yang tidak lagi memandang perbedaan tersebut sebagai suatu problem.  

Namun, ditemui fakta di tengah masyarakat kita masih terjadi kata-kata olok-olok yang disematkan pada warga ‘yang kurang’ tersebut dengan stigma negatif, bahwa penyandang disabilitas tidak mampu, tidak produktif, dan karenanya tidak punya masa depan; sehingga cukuplah tinggal diam  di rumah saja; tidak perlu bersekolah apalagi bekerja.    

Persepsi ini menjadi hambatan partisipasi penyandang disabilitas untuk maju dan produktif.  Jika ditelisik lebih dalam, situasi dan kondisi yang terjadi ini  dikarenakan :  

  1. Masih terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang kedisabilitasan,
  2. Belum tumbuhnya  sikap menerima perbedaan yang ada di tengah masyarakat di mana ada penyandang disabilitas di dalamnya.

Dalam kurikulum PAUD dampingan LDD KAJ  yang sedang dilaksanakan dalam prkatek pembelajaran untuk anak-anak usia dini, sikap menerima perbedaan yang ada di dalam kurikulum dikategorikan ke pembinaan karakter yang toleran. LDD KAJ ingin terus membangun karakter toleran dalam berbagai aspeknya terkhusus di PAUD-PAUD dampingannya. 

Pada tanggal 3 & 4  Juni 2021, tim kampanye divisi advokasi LDD KAJ telah melakukan sosialisasi disabilitas di hadapan 26 orang guru PAUD dari Marunda, Cilincing, Muara Baru, Muara Angke dan  Rawa Elok.  Kegiatan sosialisasi disabilitas ini difasilitasi oleh Rio Dharmawan (penyandang disabilitas netra) & Nedi Supriadi (penyandang disabilitas fisik/kursi roda).

Pada kesempatan yang terbatas ini, para fasilitator menyampaikan  materi    sosialisai mengenai hal-hal berikut ini : 

  • Pengertian & ragam serta hak dasar penyandang disabilitas menurut UU RI No. 8/Thn. 2016
  • Peran dan fungsi guru, orangtua, & teman sebaya, dalam mengembangkan pribadi seorang penyandang disabilitas produktif
  • Cara memberi bantuan  dalam berinteraksi yang inklusif  
  • Testimoni dari saudara Nedi. penyandang disabilitas fisik dengan kursi  roda yang   hidup ‘sukses’ dengan prinsip dan kemandiriannya. https://youtu.be/kp8VW1gYsc8 

    LDD KAJ berharap melalui kegiatan edukatif ini, guru-guru PAUD bisa memberi masukan kepada keluarga dengan anak disabilitas di lingkungan masing-msing, & juga bisa lebih percaya diri mendampingi keluarga yang memiliki anak disabilitas. 

Penulis : Ferry Jansen Sutungkir 

Editor : Divisi Litbang

LDC dalam “Memang Mengapa Bila Aku Perempuan?”

Laetitia Disability Choir  (LDC) adalah kelompok disabilitas  bernyanyi dampingan lembaga Daya Dharma – Keuskupan Agung Jakarta (LDD-KAJ). LDC Juga berperan sebagai kelompok kampanye yang akan menyuarakan keprihatinan-keprihatianan kemanusiaan kaum disabilitas dan keprihatinan kemanusiaan kaum rentan pada umumnya.   

LDC berjuang mengaransemen lagu yang dipilih sesuai dengan tema  dalam format empat suara.   Melakukan latihan  mandiri di rumah masing-masing kemudian  merekam audio & video dengan ponselnya, Tim LDC juga menyunting audio paduan suaranya sebelum akhirnya dipadukan dengan vedio dan materinya lainnya oleh tim di divisi advokasi dan Litbang LDD KAJ.   https://youtu.be/cjWbrAgiW_

Hadir pada program AJAKIN edisi April 2021, LDC turut menyuarakan promosi kesetaraan gender dengan menyanyikan  lagu ‘Memang Kenapa Bila Aku Perempuan’ karya Melly Goeslaw dan Gita Gutawa. LDC  mengajak semua pihak untuk menghargai nilai kesetaraan antara perempuan & laki-laki. Emansipasi RA Kartini di zaman ultra-modern ini, seharusnya membuat perempuan leluasa berpartisipasi di ruang publik, Menciptakan keseimbangan tanggung jawab:tanggung jawab tugas-tugas domestiknya & tanggung jawab di ruang publik. 

Aksara yang menari diatas awan
Cukup jelas menuliskan harapan
Memang kenapa bila aku perempuan
Aku tak mau jadi budak kebodohan

Di masa pandemi Covid-19 ini  terjadi banyak pemutusan hubungan kerja (PHK). Suami yang tidak lagi bekerja, mendorong istri turut mencari mencari tambahan uang. Peran ganda perempuan tercipta, karena suami tetap mengharuskan istri tidak meninggalkan tugas-tugas utama di rumah.  Semoga peran ganda ini tidak menjadi beban ganda yang pada akhirnya menimbulkan ketidakadilan berbasis gender  bagi perempuan dalam rumah tangga. 

Cinta bicara halusnya perasaan
Hadir tanpa di undang dan dipaksakan
Memang kenapa bila aku perempuan
Aku tak mau jadi budak kebodohan

Hidup ilalangpun berlagu
Memberi restu pada harapanmu
Pandanganmu jauh lurus membentang
Meyakini habis gelap pasti…

Ditulis oleh: Ferry Jansen Situngkir

Diedit oleh: Divisi Litbang 

Perkembangan Tulis-Menulis

“…Studi tentang tanda-tanda dan cara kerjanya merupakan wilayah kajian semiotika di mana ada dua unsur penting yang menyusun sebuah tanda yaitu penanda atau yang menandai (the signifier) dan petanda atau yang ditandai (the signified}. Sebuah penanda adalah bentuk atau medium dari tanda-tanda, contohnya suara, imaji, atau coretan yang membentuk kata dalam sebuah halaman; sementara petanda atau yang ditandai dipahami dalam kerangka konsep dan makna. Aktivitas yang menghasilkan makna lewat pengaturan tanda-tandi disebut “praktik penandaan” (signifiying practices) seperti tulisan ata lukisan. Sementara itu, totalitas tand-tanda yang bisa dipakai atau dijadikan sumber untuk menulis atau melukis disebut sebagai “sistem penandaan” (a signifiying system) …”

Barker, 2014

Lisan menjadi Tulisan

Tulisan adalah penemuan dalam praktik komunikasi manusia, hasil upaya manusia untuk mengawetkan bunyi, alat yang dipergunakan sebagian besar makhluk dalam berkomunikasi. Menurut catatan tulisan baru dikenal manusia sekitar 3.000 tahun SM; sebelumnya puluhan bahkan ratusan juta tahun kita hanya berkomunikasi lewat bunyi. Orang Mesir disebut-sebut sebagai salah satu bangsa yang pertama kali memerlukan aksara untuk berkomunikasi; dengan huruf hieroglif bangsa Mesir telah berhasil mengkomunikasikan keberadaan mereka dengan kita—orang yang hidup  dengan jarak ribuan tahun dan jarak tempat yang tidak terbatas. Di zaman sekarang kita masih dapat membaca catatan-catatan bangsa Mesir kuno dari mana saja, tanpa harus pergi ke sana.

Walter J. Ong dalam bukunya Technologizing of the World Menyebut tulisan sebagai hasil teknologi manusia. Proses perubahan dari bunyi menjadi aksara, dari pendengaran menjadi penglihatan, itu berlangsung secara bertahap. Dalam pembicaraan yang menyangkut kertas dan tinta, nenek moyang kita mula-mula menggunakan alat tulis yang antara lain berupa bulu angsa untuk menggoreskan huruf ke atas kertas. 

Setelah itu diciptakan mesin cetak. Dengan temuan ini tulisan yang dibuat dapat dilipatgandakan ratusan bahkan ribuan eksemplar dan disebarkan ke berbagai tempat lintas kota juga negara; setelah itu muncul mesin ketik manual dengan tinta pita; dan sekarang kita tidak perlu lagi menggunakan bulu angsa dan tinta, cukup dengan teknologi yang menghasilkan komputer. Kita tidak lagi membutuhkan kertas dan tinta untuk berkomunikasi tetapi cukup menekan-nekan tombol keyboard dan mengirimkan tulisan kita lewat dunia maya ke orang yang kita ajak berkomunikasi. 

Kertas Sentuh

    Louis Braille (1809-1852) melakukan inovasi tulisan timbul yang digunakan untuk tunanetra. Beliau terinspirasi oleh Charles Berbier yang menciptakan tulisan sandi berupa titik-titik timbul. Tulisan tersebut digunakan untuk kepentingan militer yang dibaca dengan cara diraba. Titik dalam tulisan ini terdiri atas titik yang berjajar dua-dua dalam bentuk vertikal.  

    Gagasan yang melatarbelakangi Louis Braille untuk membuat huruf timbul dengan titik-titik adalah memindahkan tulisan awas yang terlihat mata menjadi tulisan yang dapat diraba dengan jari. Beliau mengembangkan model penulisan huruf yang digunakan Barbier. Dia membuat enam titik dengan susunan tiga-tiga berdampingan. Dengan demikian, enam titik ini dapat membentuk kode abjad yang lebih jelas. Sistem penulisan inilah yang kita kenal sebagai huruf Braille. Setelah itu diciptakan juga alat tulisnya yaitu riglet dan stilus (diIndonesiakan). Untuk mempercepat penulisan maka, dibuatlah mesin ketik Braille oleh Frank Haven Hall sekitar tahun 1892. 

Layar Sentuh

Memasuki awal abad ke-21, perkembangan teknologi secara umum memasuki perubahan dari sistem analog ke digital. Hal tersebut juga terjadi pada teknologi komunikasi khususnya telepon genggam. Di era digital, telepon genggam atau yang disebut telepon pintar mempunyai banyak keunggulan yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Mulai dari surat elektronik, foto, video, musik, berbagai media sosial, termasuk juga beagam format tulisan seperti buku elektronik, docx, PDF, atau Txt—semuanya dapat diakses dan dibaca dengan menggunakan teknik sentuh dan ketuk pada layar.

Tunanetra dapat membaca segala tampilan menu yang ada di layar telepon dengan menggunakan aplikasi pembaca layar yang dapat diunduh atau sudah ada dalam telepon pintar. Aplikasi pembaca layar ini dapat berbicara bila layar telepon pintar disentuh—dengan beberapa kombinasi teknik usapan jari ke atas atau ke bawah, ke kiri atau ke kanan, juga teknik ketukan jari. Tunanetra dapat “membaca” dengan mendengarkan apa yang mereka sentuh pada layar berupa berbagai tulisan yang mereka inginkan, dan hal itu dapat dilakukan secara berulang,. Meraka juga dapat menulis catatan, dokumen, surat elektronik dan lainnya dengan menggunakan keyboard sentuh yang tersedia. Keyboard tersebut mempunyai tampilan tombol-tombaol yang sama seperti keyboard pada komputer sebenarnya.

Saling Melengkapi

Dulu, tunanetra secara manual membaca dengan rabaan tangan dan menulis menggunakan riglet stilus atau mesin ketik Braille. Sekarang, dengan media telepon pintar membaca dapat dilakukan dengan teknik sentuhan dan ketukan jari untuk memilih bacaan yang diinginkan, sedangkan menulis dilakukan dengan mengetuk keyboard pada telepon pintar. 

Saat ini tunanetra dihadapkan pada dua pilihan untuk melakukan aktifitas baca tulis. Materi fisik huruf Braille dan telepon pintar dengan aplikasi pembaca layar hadir berdapmpingan lengkap dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing. Huruf Braille pada kertas yang diraba lebih mengetengahkan kontak pembaca dengan kertas; ketelitian penelusuran dalam membaca—walaupun membutuhkan materi kertas yang banyak, waktu yang lebih lama, dan tempat penyimpanan yang luas. Di sisi lain aplikasi pembaca layar pada telepon pintar dapat menghemat waktu membaca dan tempat penyimpanan materi fisik bacaan, tetapi ada keterbatasan dalam hal memahami, karena tidak bisa mengulang “membaca” dengan cara mendengarkan secara cepat. Keduanya dapat saling melengkapi bahkan memperkaya akses baca tulis.

Ditulis oleh: Harry

Perlindungan Terhadap Disabilitas

Menjadi kelompok minoritas di negara berkembang tidaklah mudah. Salah satu kelompok minoritas itu adalah disabilitas yang mempunyai keterbatasan/ kekurangan fungsi indera penglihatan, pendengaran, intelektual/mental, maupun pada organ gerak motoriknya. 

Kondisi minor ini menciptakan tembok penghalang untuk siapapun dengan kondisi tersebut untuk dapat berinteraksi secara penuh, baik di keluarga, dan masyarakat juga dalam hal pemenuhan hak dasar hidup. 

Kelompok disabilitas yang kehilangan hak-hak dasar sebagai warga negara, juga mendapat stigma/cap yang dilekatkan pada diri mereka,seperti penyandang disabilitas itu tidak bisa berprestasi, tidak produktif, dan hanya menjadi beban keluarga dan masyarakat.

Stigma/cap inilah yang menjadi tembok penghalang kelompok disabilitas ketika Ingin hidup mandiri, bersekolah di sekolah inklusi, atau ketika melamar pekerjaan, atau terlibat di berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan.

LDD KAJ, tiada lelah melakukan kegiatan penyadaran hak penyandang disabilitas secara terus-menerus kepada keluarga, lembaga pendidikan, perusahaan, serta instansi pemerintah. LDD KAJ meyakini, sinergi antara penyandang disabilitas berkarya, keluarga, masyarakat, dan pemerintah, akan mampu membangkitkan dan memberdayakan penyandang disabilitas.  

Penyandang disabilitas diajak sadar akan hak asasinya; dan tidak malu menampilkan diri di tengah masyarakat, dengan percaya diri disertai karya, prestasi, dan kreasi. Hal ini diharapkan mampu mengubah persepsi dan stigma negatif dalam masyarakat terhadap penyandang disabilitas.

Pemenuhan hak dan kesamaan kesempatan di segala bidang dengan didukung aksesibilitas fisik/non-fisik, diharapkan dapat segera terwujud guna memampukan kelompok disabilitas sebagai manusia pembangunan Indonesia seutuhnya.

Ditulis oleh: Harry

Pemberdayaan Disabilitas

Salah satu bentuk pelayanan yang dilakukan oleh Divisi Pemberdayaan LDD-KAJ adalah pemberdayaan disabilitas. LDD melakukan pemberdayaan dengan tujuan menggali dan mengoptimalkan segala potensi kemampuan yang dimiliki oleh komunitas disabilitas agar mereka memiliki modal keahlian yang dapat dijadikan salah satu aspek pendukung aktualisasi diri, serta kemandirian hidup secara utuh. Pemberdayaan yang dilakukan meliputi: 

1. Pelatihan bahasa Inggris online. Kegiatan ini bertujuan untuk memfasilitasi disabilitas dalam mengembangkan kemampuan bebahasa Inggris, guna menunjang aktivitas, belajar di sekolah, perguruan tinggi; serta di dunia kerja.

2. Pelatihan keahlian dasar hidupi. Aktifitas ini bertujuan melengkapi disabilitas dengan berbagai keahlian dasar yang dapat membantu mereka hidup secara mandiri, mengurangi ketergantungan terhadap orang lain. Pelatihan yang diberikan adalah: baca tulis Braille, orientasi mobilitas, pelatihan HP bicara, dan bahasa isyarat.

3. Kerajinan tangan (Jahit, sulam), kelompok ini membuat bebagai macam kerajinan jahit sulam dengan berbagai variasi bentuk dan motif untuk tas, baju, taplak, pembungkus galon, celemek, taplak, pembungkus tisu dan lain-lain. Kedua, di tahun 2021, kelompok ini mulai membuat seragam untuk anak-anak usia sekolah. 

4. Temu komunitas virtual. Wadah ini memberikan ruang kepada disabilitas untuk saling berbagi pengalaman hidup; merupakan ajang untuk saling menguatkan satu sama lain dalam mengatasi masalah mereka. Biasaya acara diawali dengan seminar kecil dengan tema besar misalnya: kesehatan, pendidikan, atau motivasi psikologi yang dapat menambah wawasan dan semangat bagi disabilitas untuk secara inklusif mendekatkan diri kepada masyarakat.  

5. Usaha Backing corner, membuat berbagai makanan ringan kering dan basah. Pelatihan ini bertujuan pertama, menumbuhkan semangat mencipta lapangan pekerjaan. Kedua, hasil dari usaha tersebut dapat memenuhi dan menambah penghasilan rumah tangga mereka.

Kegiatan pemberdayaan yang dilakukan akan menjadi bermakna bila terjadi perubahan perspektif yang lebih positif terhadap disabilitas . Kekurangan yang bersifat fisik tidak menghilangkan hak dan kewajibannya sebagai manusia utuh. Sangat dibutuhkan kerendahan hati dari masyarakat non-disabilitas (mayoritas), untuk memberi, menciptakan akses, ruang, kesempatan bagi teman-teman disabilitas dalam berinteraksi sosial, belajar, dan bekerja. (Harry, 5/4/21)

Menjadi Ibu Tangguh di tengah Pandemi

Langit begitu cerah seakan-akan awan ingin terus menjadi saksi akan kehidupan yang sudah terjadi. Waktu terus berputar dan jarum jam terus berlari, meninggalkan detik, menit, dan hari terus berganti. Siang ini kami berjalan ke arah utara menggunakan kendaraan LDD-KAJ bersama Tim Advokasi, kami mengunjungi salah seorang ibu yang sangat tangguh dan berhati mulai, beliau adalah sosok perempuan yang sangat setia terhadap keluarga dan anak-anaknya. Bu Emi adalah guru PAUD dampingan LDD-KAJ yang terletak di pesisir laut Jakarta Utara di wilayah Pantai Indah Marundah (PIM). Bu Emi adalah sosok cerminan perempuan Indonesia yang kuat, beliau sosok perempuan yang tidak mudah menyerah di tengah keterbatasan ekonomi keluarga, Bu Emi tetap mau bergerak bukan semata-mata untuk dirinya tapi untuk semua anak didik yang beliau ajarkan. Sebelum Bu Emi menjadi seorang guru PAUD LDD-KAJ, Bu Emi sempat bekerja di salah satu apartemen yang ada di Jakarta Pusat tepatnya di daerah Kemayoran. Namun Bu Emi harus berhenti karena kecintaannya terhadap keluarga dan suami. Bu Emi mengundurkan diri atas dasar perintah dan arahan dari suami untuk menjadi Ibu rumah tangga dan mengurus ke empat anaknya.

    Bu Emi sebenarnya memiliki 5 orang anak yang terlahir dari rahimnya, namun karena keadaan yang mendesak dan tidak memungkinkan anak pertama Bu Emi dititipkan kepada adik kandungnya. Hal ini dilakukan agar anak pertama Bu Emi bisa bersekolah dan memperoleh ijazah. Bu Emi terus betaut anak pertama untuk menyelesaikan kehidupan hingga berbuah dan berhasil memetik buah tersebut. Anak pertama Bu Emi sudah menyelesaikan sekolahnya di jenjang SMK, tetapi belum memperoleh ijazah karena ada beberapa adminitrasi yang belum diselesaikan. Namun perjuangan Bu Emi tidak berhenti di situ, Bu Emi terus bergerak, melaju dan terus ingin berusaha untuk mendapatkan Akte Lahir untuk keempat anaknya dan Kartu Keluarga untuk keluarganya serta memperoleh KTP untuk dirinya dan suami. Bu Emi sosok yang tidak menyerah dengan keadaan. Bu Emi kehilangan data-data waktu kebanjiran di kontrakan lamanya di daerah Cilincing, semua data-data hilang sehingga Bu Emi tidak mempunyai identitas diri serta keluargannya.

    Bu Emi hidup dengan keempat anaknya dan seorang suami di rumah kontrakan yang berukuran kecil dan sangat sederhana. Suami Bu Emi adalah seorang buruh pasir dengan penghasilan tidak menentu terkadang mendapatkan upah di bawah Rp 100.000 terkadang tidak sama sekali, tetapi Bu Emi tidak pernah berkecil hati atau putus asa untuk meninggalkan keluarganya dan terus berjuang untuk dirinya dan keempat anaknya. Bu Emi terus bergerak memenuhi kebutuhan sandang dan pangan karena tidak ingin mengeluh dengan segala kekurangan ekonomi yang terjadi di keluarganya. Bu Emi selalu bersyukur akan setiap kesempatan sehingga ia masih bertahan dengan suami dan keempat anaknya. Bu Emi selalu memberikan pendidikan yang bagus untuk semua anak didiknya yang ia ajar di PAUD. Dalam keluarga, ada sedikit kisah berbeda bagi anak ketiga Bu Emi, Anam Bachtiar seorang anak laki-laki yang pintar, baik, dan penurut harus merelakan diri untuk tidak melanjutkan sekolahnya bersama teman-teman sebaya. Teman-temannya masih menikmati tetap indahnya dunia pendidikan, harus berhenti di tengah jalan karena keadaan dan sulitnya ekonomi keluarga, ia ikhlas untuk berhenti dan mengalah agar kedua kakaknya tetap bersekolah dan bisa memperoleh ijazah. Anam sosok anak remaja yang terus belajar di tengah ekonomi keluarga yang semeraut di tambah dengan keadaan pandemic saat ini. Anam sosok anak yang merelakan waktunya dan sangat patuh terhadap ibunya.

    Akhirnya Anam Bachtiar bisa bersekolah kembali meskipun sedikit berbeda, namun Bu Emi selalu berkata, “tidak apa-apa toh semua ijazah sama saja”, yang penting bagaimana kita harus belajar hidup, Nak. Pendidikan itu sangat penting walaupun jalan yang di raih dan kesempatan yang didapatkan itu berbeda-beda. “Hidup selalu mempunyai tantangannya sendiri, kalo kita tidak bergerak kita tidak akan pernah tau hasil akhirnya akan seperti apa”. Anam Bachtiar sekarang mengikuti sekolah PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) di daerah Marunda. Bu Emi selalu bersyukur atas segala sesuatu yang terjadi terhadap dirinya ataupun keluarganya, seorang perempuan yang tidak mau berlarut dalam kesedihan dan selalu ingin bergerak serta melakukan segala sesuatu dengan ikhlas hati. Wlaupun beliau tidak mampu memberikan pendidikan yang baik untuk anaknya, tetapi dia memberikan pendidikan yang bagus untuk anak muridnya. Buah dari kesabaran Bu Emi mendapatkan data-datanya kembali, yaitu kartu keluarga dan akte lahir keempat anaknya. Terus berdoa dan bergerak meraih apa yang bisa diraih, semuanya akan indah di waktu yang tepat yang sudah ditentukan. 

“Seorang perempuan harus bisa menjadi nahkoda dan arah mata angin untuk dirinya dan mengajak semua keluarga ikut belayar tanpa meninggalkan kodrat sebagai wanita yang utuh tempat pulang terbaik untuk anak-anak dan suami”

Ditulis oleh: Mariana Silviani

Diperiksa oleh: Gabriella Amanda