Bidang Miring Sebagai Sarana Ramah Disabilitas

Bidang miring yang saya maksud adalah bidang jalan yang mempunyai sudut 20-30 derajat yang digunakan oleh orang yang mengalami disabilitas (keterbatasan fungsi alat gerak tubuh) untuk menuju suatu tempat tertentu. 

Fasilitas bidang miring memang sudah ada, walau tidak di semua tempat atau fasilitas publik, seperti gedung-gedung perkantoran, rumah ibadah, pusat perbelanjaan, atau sarana transportasi publik. 

Misalnya saja, sejak tahun 2005 pemerintah DKI membuat sarana transportasi publik “Transjakarta.” Fasilitas ini menyediakan bidang miring sebagai pengganti tangga untuk masyarakat yang mengalami disabilitas agar dapat mengakses bus Transjakarta. Saya memperhatikan bidang miring tersebut tidak merata dibuat pada setiap halte. Masih jarang sekali halte TransJakarta yang mempunyai bidang miring pada kedua sisi jembatan penyeberangannya. Ada halte yang hanya mempunyai bidang miring pada salah satu sisi penyeberangan, sementara sisi lainnya berupa anak tangga.

Pada sarana publik lainnya, semisal pusat perbelanjaan, rumah ibadah, ataupun perkantoran, masih sedikit yang mempunyai fasilitas bidang miring. 

Kehadiran bidang miring sebenarnya tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat yang mengalami disabilitas, tetapi juga bagi orang-orang yang mungkin sedang sakit, ibu hamil, lansia, atau balita yang belum atau tidak mempunyai tenaga yang maksimal untuk naik turun tangga.  

Ditulis oleh: Harry P.
Diedit oleh: Gabriella Amanda

Menerima Disabilitas Sebagai Kurikulum PAUD

Adanya perbedaan di tengah-tengah masyarakat merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia. Salah satunya adalah perbedaan kondisi fisik, mental dan intelektual. Salah satu indikasi suatu bangsa dikatakan berbudaya maju & luhur, adalah  adanya kesetaraan antara warga negara ‘yang kurang’ fisik/mental/intelektualnya dengan yang ‘lengkap’. Dan selayaknyalah kita bisa membuktikan bahwa Indonesia adalah salah satu bangsa  yang tidak lagi memandang perbedaan tersebut sebagai suatu problem.  

Namun, ditemui fakta di tengah masyarakat kita masih terjadi kata-kata olok-olok yang disematkan pada warga ‘yang kurang’ tersebut dengan stigma negatif, bahwa penyandang disabilitas tidak mampu, tidak produktif, dan karenanya tidak punya masa depan; sehingga cukuplah tinggal diam  di rumah saja; tidak perlu bersekolah apalagi bekerja.    

Persepsi ini menjadi hambatan partisipasi penyandang disabilitas untuk maju dan produktif.  Jika ditelisik lebih dalam, situasi dan kondisi yang terjadi ini  dikarenakan :  

  1. Masih terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang kedisabilitasan,
  2. Belum tumbuhnya  sikap menerima perbedaan yang ada di tengah masyarakat di mana ada penyandang disabilitas di dalamnya.

Dalam kurikulum PAUD dampingan LDD KAJ  yang sedang dilaksanakan dalam prkatek pembelajaran untuk anak-anak usia dini, sikap menerima perbedaan yang ada di dalam kurikulum dikategorikan ke pembinaan karakter yang toleran. LDD KAJ ingin terus membangun karakter toleran dalam berbagai aspeknya terkhusus di PAUD-PAUD dampingannya. 

Pada tanggal 3 & 4  Juni 2021, tim kampanye divisi advokasi LDD KAJ telah melakukan sosialisasi disabilitas di hadapan 26 orang guru PAUD dari Marunda, Cilincing, Muara Baru, Muara Angke dan  Rawa Elok.  Kegiatan sosialisasi disabilitas ini difasilitasi oleh Rio Dharmawan (penyandang disabilitas netra) & Nedi Supriadi (penyandang disabilitas fisik/kursi roda).

Pada kesempatan yang terbatas ini, para fasilitator menyampaikan  materi    sosialisai mengenai hal-hal berikut ini : 

  • Pengertian & ragam serta hak dasar penyandang disabilitas menurut UU RI No. 8/Thn. 2016
  • Peran dan fungsi guru, orangtua, & teman sebaya, dalam mengembangkan pribadi seorang penyandang disabilitas produktif
  • Cara memberi bantuan  dalam berinteraksi yang inklusif  
  • Testimoni dari saudara Nedi. penyandang disabilitas fisik dengan kursi  roda yang   hidup ‘sukses’ dengan prinsip dan kemandiriannya. https://youtu.be/kp8VW1gYsc8 

    LDD KAJ berharap melalui kegiatan edukatif ini, guru-guru PAUD bisa memberi masukan kepada keluarga dengan anak disabilitas di lingkungan masing-msing, & juga bisa lebih percaya diri mendampingi keluarga yang memiliki anak disabilitas. 

Penulis : Ferry Jansen Sutungkir 

Editor : Divisi Litbang

LDC dalam “Memang Mengapa Bila Aku Perempuan?”

Laetitia Disability Choir  (LDC) adalah kelompok disabilitas  bernyanyi dampingan lembaga Daya Dharma – Keuskupan Agung Jakarta (LDD-KAJ). LDC Juga berperan sebagai kelompok kampanye yang akan menyuarakan keprihatinan-keprihatianan kemanusiaan kaum disabilitas dan keprihatinan kemanusiaan kaum rentan pada umumnya.   

LDC berjuang mengaransemen lagu yang dipilih sesuai dengan tema  dalam format empat suara.   Melakukan latihan  mandiri di rumah masing-masing kemudian  merekam audio & video dengan ponselnya, Tim LDC juga menyunting audio paduan suaranya sebelum akhirnya dipadukan dengan vedio dan materinya lainnya oleh tim di divisi advokasi dan Litbang LDD KAJ.   https://youtu.be/cjWbrAgiW_

Hadir pada program AJAKIN edisi April 2021, LDC turut menyuarakan promosi kesetaraan gender dengan menyanyikan  lagu ‘Memang Kenapa Bila Aku Perempuan’ karya Melly Goeslaw dan Gita Gutawa. LDC  mengajak semua pihak untuk menghargai nilai kesetaraan antara perempuan & laki-laki. Emansipasi RA Kartini di zaman ultra-modern ini, seharusnya membuat perempuan leluasa berpartisipasi di ruang publik, Menciptakan keseimbangan tanggung jawab:tanggung jawab tugas-tugas domestiknya & tanggung jawab di ruang publik. 

Aksara yang menari diatas awan
Cukup jelas menuliskan harapan
Memang kenapa bila aku perempuan
Aku tak mau jadi budak kebodohan

Di masa pandemi Covid-19 ini  terjadi banyak pemutusan hubungan kerja (PHK). Suami yang tidak lagi bekerja, mendorong istri turut mencari mencari tambahan uang. Peran ganda perempuan tercipta, karena suami tetap mengharuskan istri tidak meninggalkan tugas-tugas utama di rumah.  Semoga peran ganda ini tidak menjadi beban ganda yang pada akhirnya menimbulkan ketidakadilan berbasis gender  bagi perempuan dalam rumah tangga. 

Cinta bicara halusnya perasaan
Hadir tanpa di undang dan dipaksakan
Memang kenapa bila aku perempuan
Aku tak mau jadi budak kebodohan

Hidup ilalangpun berlagu
Memberi restu pada harapanmu
Pandanganmu jauh lurus membentang
Meyakini habis gelap pasti…

Ditulis oleh: Ferry Jansen Situngkir

Diedit oleh: Divisi Litbang 

Perkembangan Tulis-Menulis

“…Studi tentang tanda-tanda dan cara kerjanya merupakan wilayah kajian semiotika di mana ada dua unsur penting yang menyusun sebuah tanda yaitu penanda atau yang menandai (the signifier) dan petanda atau yang ditandai (the signified}. Sebuah penanda adalah bentuk atau medium dari tanda-tanda, contohnya suara, imaji, atau coretan yang membentuk kata dalam sebuah halaman; sementara petanda atau yang ditandai dipahami dalam kerangka konsep dan makna. Aktivitas yang menghasilkan makna lewat pengaturan tanda-tandi disebut “praktik penandaan” (signifiying practices) seperti tulisan ata lukisan. Sementara itu, totalitas tand-tanda yang bisa dipakai atau dijadikan sumber untuk menulis atau melukis disebut sebagai “sistem penandaan” (a signifiying system) …”

Barker, 2014

Lisan menjadi Tulisan

Tulisan adalah penemuan dalam praktik komunikasi manusia, hasil upaya manusia untuk mengawetkan bunyi, alat yang dipergunakan sebagian besar makhluk dalam berkomunikasi. Menurut catatan tulisan baru dikenal manusia sekitar 3.000 tahun SM; sebelumnya puluhan bahkan ratusan juta tahun kita hanya berkomunikasi lewat bunyi. Orang Mesir disebut-sebut sebagai salah satu bangsa yang pertama kali memerlukan aksara untuk berkomunikasi; dengan huruf hieroglif bangsa Mesir telah berhasil mengkomunikasikan keberadaan mereka dengan kita—orang yang hidup  dengan jarak ribuan tahun dan jarak tempat yang tidak terbatas. Di zaman sekarang kita masih dapat membaca catatan-catatan bangsa Mesir kuno dari mana saja, tanpa harus pergi ke sana.

Walter J. Ong dalam bukunya Technologizing of the World Menyebut tulisan sebagai hasil teknologi manusia. Proses perubahan dari bunyi menjadi aksara, dari pendengaran menjadi penglihatan, itu berlangsung secara bertahap. Dalam pembicaraan yang menyangkut kertas dan tinta, nenek moyang kita mula-mula menggunakan alat tulis yang antara lain berupa bulu angsa untuk menggoreskan huruf ke atas kertas. 

Setelah itu diciptakan mesin cetak. Dengan temuan ini tulisan yang dibuat dapat dilipatgandakan ratusan bahkan ribuan eksemplar dan disebarkan ke berbagai tempat lintas kota juga negara; setelah itu muncul mesin ketik manual dengan tinta pita; dan sekarang kita tidak perlu lagi menggunakan bulu angsa dan tinta, cukup dengan teknologi yang menghasilkan komputer. Kita tidak lagi membutuhkan kertas dan tinta untuk berkomunikasi tetapi cukup menekan-nekan tombol keyboard dan mengirimkan tulisan kita lewat dunia maya ke orang yang kita ajak berkomunikasi. 

Kertas Sentuh

    Louis Braille (1809-1852) melakukan inovasi tulisan timbul yang digunakan untuk tunanetra. Beliau terinspirasi oleh Charles Berbier yang menciptakan tulisan sandi berupa titik-titik timbul. Tulisan tersebut digunakan untuk kepentingan militer yang dibaca dengan cara diraba. Titik dalam tulisan ini terdiri atas titik yang berjajar dua-dua dalam bentuk vertikal.  

    Gagasan yang melatarbelakangi Louis Braille untuk membuat huruf timbul dengan titik-titik adalah memindahkan tulisan awas yang terlihat mata menjadi tulisan yang dapat diraba dengan jari. Beliau mengembangkan model penulisan huruf yang digunakan Barbier. Dia membuat enam titik dengan susunan tiga-tiga berdampingan. Dengan demikian, enam titik ini dapat membentuk kode abjad yang lebih jelas. Sistem penulisan inilah yang kita kenal sebagai huruf Braille. Setelah itu diciptakan juga alat tulisnya yaitu riglet dan stilus (diIndonesiakan). Untuk mempercepat penulisan maka, dibuatlah mesin ketik Braille oleh Frank Haven Hall sekitar tahun 1892. 

Layar Sentuh

Memasuki awal abad ke-21, perkembangan teknologi secara umum memasuki perubahan dari sistem analog ke digital. Hal tersebut juga terjadi pada teknologi komunikasi khususnya telepon genggam. Di era digital, telepon genggam atau yang disebut telepon pintar mempunyai banyak keunggulan yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Mulai dari surat elektronik, foto, video, musik, berbagai media sosial, termasuk juga beagam format tulisan seperti buku elektronik, docx, PDF, atau Txt—semuanya dapat diakses dan dibaca dengan menggunakan teknik sentuh dan ketuk pada layar.

Tunanetra dapat membaca segala tampilan menu yang ada di layar telepon dengan menggunakan aplikasi pembaca layar yang dapat diunduh atau sudah ada dalam telepon pintar. Aplikasi pembaca layar ini dapat berbicara bila layar telepon pintar disentuh—dengan beberapa kombinasi teknik usapan jari ke atas atau ke bawah, ke kiri atau ke kanan, juga teknik ketukan jari. Tunanetra dapat “membaca” dengan mendengarkan apa yang mereka sentuh pada layar berupa berbagai tulisan yang mereka inginkan, dan hal itu dapat dilakukan secara berulang,. Meraka juga dapat menulis catatan, dokumen, surat elektronik dan lainnya dengan menggunakan keyboard sentuh yang tersedia. Keyboard tersebut mempunyai tampilan tombol-tombaol yang sama seperti keyboard pada komputer sebenarnya.

Saling Melengkapi

Dulu, tunanetra secara manual membaca dengan rabaan tangan dan menulis menggunakan riglet stilus atau mesin ketik Braille. Sekarang, dengan media telepon pintar membaca dapat dilakukan dengan teknik sentuhan dan ketukan jari untuk memilih bacaan yang diinginkan, sedangkan menulis dilakukan dengan mengetuk keyboard pada telepon pintar. 

Saat ini tunanetra dihadapkan pada dua pilihan untuk melakukan aktifitas baca tulis. Materi fisik huruf Braille dan telepon pintar dengan aplikasi pembaca layar hadir berdapmpingan lengkap dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing. Huruf Braille pada kertas yang diraba lebih mengetengahkan kontak pembaca dengan kertas; ketelitian penelusuran dalam membaca—walaupun membutuhkan materi kertas yang banyak, waktu yang lebih lama, dan tempat penyimpanan yang luas. Di sisi lain aplikasi pembaca layar pada telepon pintar dapat menghemat waktu membaca dan tempat penyimpanan materi fisik bacaan, tetapi ada keterbatasan dalam hal memahami, karena tidak bisa mengulang “membaca” dengan cara mendengarkan secara cepat. Keduanya dapat saling melengkapi bahkan memperkaya akses baca tulis.

Ditulis oleh: Harry

Perlindungan Terhadap Disabilitas

Menjadi kelompok minoritas di negara berkembang tidaklah mudah. Salah satu kelompok minoritas itu adalah disabilitas yang mempunyai keterbatasan/ kekurangan fungsi indera penglihatan, pendengaran, intelektual/mental, maupun pada organ gerak motoriknya. 

Kondisi minor ini menciptakan tembok penghalang untuk siapapun dengan kondisi tersebut untuk dapat berinteraksi secara penuh, baik di keluarga, dan masyarakat juga dalam hal pemenuhan hak dasar hidup. 

Kelompok disabilitas yang kehilangan hak-hak dasar sebagai warga negara, juga mendapat stigma/cap yang dilekatkan pada diri mereka,seperti penyandang disabilitas itu tidak bisa berprestasi, tidak produktif, dan hanya menjadi beban keluarga dan masyarakat.

Stigma/cap inilah yang menjadi tembok penghalang kelompok disabilitas ketika Ingin hidup mandiri, bersekolah di sekolah inklusi, atau ketika melamar pekerjaan, atau terlibat di berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan.

LDD KAJ, tiada lelah melakukan kegiatan penyadaran hak penyandang disabilitas secara terus-menerus kepada keluarga, lembaga pendidikan, perusahaan, serta instansi pemerintah. LDD KAJ meyakini, sinergi antara penyandang disabilitas berkarya, keluarga, masyarakat, dan pemerintah, akan mampu membangkitkan dan memberdayakan penyandang disabilitas.  

Penyandang disabilitas diajak sadar akan hak asasinya; dan tidak malu menampilkan diri di tengah masyarakat, dengan percaya diri disertai karya, prestasi, dan kreasi. Hal ini diharapkan mampu mengubah persepsi dan stigma negatif dalam masyarakat terhadap penyandang disabilitas.

Pemenuhan hak dan kesamaan kesempatan di segala bidang dengan didukung aksesibilitas fisik/non-fisik, diharapkan dapat segera terwujud guna memampukan kelompok disabilitas sebagai manusia pembangunan Indonesia seutuhnya.

Ditulis oleh: Harry

Pemberdayaan Disabilitas

Salah satu bentuk pelayanan yang dilakukan oleh Divisi Pemberdayaan LDD-KAJ adalah pemberdayaan disabilitas. LDD melakukan pemberdayaan dengan tujuan menggali dan mengoptimalkan segala potensi kemampuan yang dimiliki oleh komunitas disabilitas agar mereka memiliki modal keahlian yang dapat dijadikan salah satu aspek pendukung aktualisasi diri, serta kemandirian hidup secara utuh. Pemberdayaan yang dilakukan meliputi: 

1. Pelatihan bahasa Inggris online. Kegiatan ini bertujuan untuk memfasilitasi disabilitas dalam mengembangkan kemampuan bebahasa Inggris, guna menunjang aktivitas, belajar di sekolah, perguruan tinggi; serta di dunia kerja.

2. Pelatihan keahlian dasar hidupi. Aktifitas ini bertujuan melengkapi disabilitas dengan berbagai keahlian dasar yang dapat membantu mereka hidup secara mandiri, mengurangi ketergantungan terhadap orang lain. Pelatihan yang diberikan adalah: baca tulis Braille, orientasi mobilitas, pelatihan HP bicara, dan bahasa isyarat.

3. Kerajinan tangan (Jahit, sulam), kelompok ini membuat bebagai macam kerajinan jahit sulam dengan berbagai variasi bentuk dan motif untuk tas, baju, taplak, pembungkus galon, celemek, taplak, pembungkus tisu dan lain-lain. Kedua, di tahun 2021, kelompok ini mulai membuat seragam untuk anak-anak usia sekolah. 

4. Temu komunitas virtual. Wadah ini memberikan ruang kepada disabilitas untuk saling berbagi pengalaman hidup; merupakan ajang untuk saling menguatkan satu sama lain dalam mengatasi masalah mereka. Biasaya acara diawali dengan seminar kecil dengan tema besar misalnya: kesehatan, pendidikan, atau motivasi psikologi yang dapat menambah wawasan dan semangat bagi disabilitas untuk secara inklusif mendekatkan diri kepada masyarakat.  

5. Usaha Backing corner, membuat berbagai makanan ringan kering dan basah. Pelatihan ini bertujuan pertama, menumbuhkan semangat mencipta lapangan pekerjaan. Kedua, hasil dari usaha tersebut dapat memenuhi dan menambah penghasilan rumah tangga mereka.

Kegiatan pemberdayaan yang dilakukan akan menjadi bermakna bila terjadi perubahan perspektif yang lebih positif terhadap disabilitas . Kekurangan yang bersifat fisik tidak menghilangkan hak dan kewajibannya sebagai manusia utuh. Sangat dibutuhkan kerendahan hati dari masyarakat non-disabilitas (mayoritas), untuk memberi, menciptakan akses, ruang, kesempatan bagi teman-teman disabilitas dalam berinteraksi sosial, belajar, dan bekerja. (Harry, 5/4/21)

Vaksinasi Covid-19 – Hak Penyandang Disabilitas Untuk Hidup Sehat

Pandemi Covid-19 mulai melanda Indonesia 3 Maret 2020. Presiden Joko Widodo mengumumkan hal ini setelah dua warga Depok Jawa Barat terpapar virus Covid-19. Sejak saat itu, jumlah orang terpapar terus bertambah & mennembus angka 1 juta di awal 2021. Pembatasan pergerakan penduduk menjadi satu cara menghambat pertumbuhan pasien terpapar. Juga, upaya vaksinasi. 180 juta penduduk Indonesia menjadi target vaksinasi Covid-19. Faskes/PUSKESMAS menjadi sentra vaksinasi di seluruh negeri. Namun, jika hanya menggunakan fasilitas kesehatan milik pemerintah, target 180 juta penduduk tervaksinasi di 2021, kemungkinan besar target tersebut sulit tercapai. Pemerintah RI mengajak masyarakat terlibat, untuk menjadi sentra vaksinasi, membantu pemerintah mencapai target di atas.

Oleh sebab itu, dengan jumlah vaksin yang terbatas serta ketergantungan pada negara yang memproduksi vaksin,  pemerintah kita menyusun prioritas penerima vaksin. Salah satunya adalah kelompok rentan terpapar. Salah satu elemen kelompok masyarakat rentan ini adalah kelompok penyandang disabilitas. Sewajarnya, penyandang disabilitas bisa menjadi target pemberian vaksin Covid-19, sama seperti kelompok rentan lanjut usia atau lansia, namun ini tak terjadi. Mengapa penyandang disabilitas rentan? Sebab keterbatasan fisik, intelektual dan atau mental, serta keterbatasan sensori penglihatan/pendengaran/wicara membuat kelompok ini lambat menerima informasi, ataupun, menerima namun terdistorsi dengan berbagai sebab. Disamping itu, aksesibilitas yang disediakan faskes bagi target vaksin disabilitas menjadi tantangan khusus.

Menyambut ajakan Presiden Joko Widodo, LDD KAJ mencoba upaya mulia, menjadi perintis, bekerja sama dengan Serviam Center dan kelompok Nahdatul Ulama, mengadakan sentra vaksinasi bagi lansia dan penyandang disabilitas. Kegiatan ini bertempat di Aula SMP St. Ursula, Jakarta Pusat. Di Sentra Vaksinasi Serviam, ditargetkan sekitar 100 orang lansia dan penyandang disabilitas menerima vaksin setiap harinya. Kegiatan bela rasa menbentuk kekebalan kelompok terhadap virus baru ini, direncanakan selama tiga bulan, dengan melibatkan relawan baik dari LDD KAJ, relawan Serviam, relawan Nahdatul Ulama, serta relawan perorangan.

Rm. Christoforus Kristiono Puspo SJ, Direktur LDD KAJ dan Sr. Maria BKK, melakukan dialog dengan pemerintah daerah dan pusat terkaiait penerima vaksin disabilitas, yang seringkali lupa dikelompokkan sebagai bagian kaum rentan oleh pemerintah. Dorongan dari LDD KAJ atas hal tersebut akhirnya bisa diterima pemerintah DKI/Jakpus.

Pada 20 Maret 2021, Sentra Vaksinasi Serviam telah memberikan vaksin pertamanya ke lansia disabilitas. Berlanjut pada hari Kamis, 25 Maret 2021, sentra vaksinasi ini memvaksinasi 51 penyandang disabilitas dari berbagai ragam disabilitas dan usia, tidak hanya lansia, seperti yang diungkapkan dengan gembira oleh Sr. Maria kepada penulis. “Kami sungguh bahagia boleh diijinkan mem-vaksin Saudara-Saudara kita dari kelompok rentan disabilitas, disamping lansia. Kami rasa tindakan ini amat penting, kareana penyandang disabilitas sama & setara dengan warga masyarakat lainnya. Apalagi terkait isu kerentanan Covid-19 ini. PD memiliki hak untuk dilindungi dari kerentanan terpapar pandemi.”, tegas Sr. Maria.

Ibu Kumala, 47 tahun, penyandang disabilitas sensori netra dari Bekasi, turut lega dan berterimakasih bisa divaksin di sentra tersebut. “Jika menunggu undangan vaksinasi umum, ‘kan lama & gak jelas diundang apa ‘nggaknya. Belum lagi, jika diundang pun, saya takut gak ada yang bantu nulis’in formulir yang ada. Saya & teman-teman disabilitas sangat berterimaksaih kepada LDD & jaringannya karena sudah mempperjuangkan vaksin untuk kami.”

Ibu Deta beserta suami, suami istri penyandang disabilitas berkursi roda, datang jauh-jauh dari Depok datang ke Sentra Vaksinasi Serviam. Ia datang bersama teman-teman dari komunitas Cheshire. Ia senang dilayani dengan ramah & akses oleh relawan. Beliau mengatakan akan datang lagi di 22 April 2021 untuk vaksinasi kedua. Chesire, PELITA, dan KOMPAK adalah beberapa komunitas disabilitas yang dijaring LDD KAJ dalam program vaksinasi ini. LDD KAJ senantiasa membantu lebih banyak kelompok lansia dan disabilitas, sejauh memungkinkan.

Penulis menerima pertanyaan untuk kesempatan vaksinasi tahap pertama ini. Kely, Ina, Dewi Sukaenah, yang merupakan tiga pemijat tunanetra, menanti kesempatan yang sama. Mereka mengeluhkan tidak mendapatkan undangan dari puskesmas terdekat di sekitar domisili mereka terkait program vaksinasi ini. Ketika mereka aktif bertanya pun, mereka diterima namun tidak ditunjuk kapan dan di mana mereka  bisa di vaksinasi.

Semoga mereka yang telah menerima vaksinasi  bisa membentuk kekebalan pribadi maupun kelompok, dan bagi mereka yang belum, ada kesempatan, karena kemauan bekerjasama antar masyarakat dan pemerintah daerah, dan dengan demikian, terjadi pemenuhan hak atas kesehatan bagi semua.

Ditulis oleh: Ferry JS

Pendampingan Disabilitas

Disabilitas adalah suatu kondisi gagalnya interaksi antara orang yang mempunyai hambatan fisik dengan lingkungannya. Hambatan itu berupa hilangnya sebagian atau seluruh fungsi alat indera pada tubuh, bisa disebabkan karena kecelakaan, faktor genetik, atau pola hidup yang tidak sehat.

Orang dengan disabilitas merupakan bagian dari keragaman fisik seperti halnya keragaman warna kulit, atau tinggi badan. Mereka hanya membutuhkan akses penghubung untuk dapat melakukan aktifitas sama seperti orang non-disabilitas.

 Saat bertemu orang dengan disabilitas sapalah, ajaklah berbicara sama seperti yang dilakukan kepada orang non disabilitas.

TUNA NETRA

  • Bila bertemu tuna netra, sapalah, lalu sentuh siku atau lengan mereka, kemudian bertanya hendak ke mana atau apakah membutuhkan pertolongan.
  • Bila hendak menuntun kita berdiri satu langkah di depannya.
  • Disarankan untuk tidak menuntun tuna netra dengan cara memegang atau menarik tongkat, karena tongkat itu merupakan “mata” bagi tuna netra utuk menentukan posisi dan arah mereka.
  • Ketika akan menuntun, berikan siku kita agar dapat dipegang oleh tuna netra.
  • Hindari kata-kata seperti awas, yang ini, atau yang itu.
  • Saat berjalan, tuna netra berada di sisi yang aman. Misalnya saat berjalan di trotoar jalan raya, tuna netra berada di sisi dalam, sedangkan pendamping berada di sisi luar yang bersebelahan dari arah jalan raya.
  • Pendamping memberikan informasi tentang keadaan jalan yang dilalui. contoh apabila ada jalan yang rusak, bila ada hambatan benda-benda atau kerumunan orang di depan, dan sebagainya.
  • Bila ingin meninggalkan tuna netra, hendaknya memberi tahu bahwa kita ingin pergi, agar tuna netra paham bahwa dia akan sendiri.

TUNA RUNGU

  • Bila berbicara dengan tuna rungu, kita harus berdiri berhadapan wajah dengannya.
  • Saat berbicara, sebaiknya perlahan dengan ucapan yang jelas, agar mereka dapat memahami gerak bibir kita.
  • Bila ada kesempatan pelajari bahasa isyarat setidaknya menguasai huruf abjad.

TUNA GRAHITA

  • Berbicara dengan bahasa yang sederhana berupa kalimat-kalimat pendek dan pilihan kosa kata yang mudah dimengerti

TUNA DAKSA

  • Ketika berbicara dengan tuna daksa, posisi wajah kita harus sama dengan wajah mereka
  • Tidak memperhatikan bagian tubuh yang mengalami kekurangan dalam waktu lama.
  • Bila mendampingi orang dengan kursi roda, tidak diperkenankan bagi kita untuk menumpangkan kaki pada kursi roda, karena kursi roda itu bagi mereka merupakan bagian dari tubuh mereka.
  • Doronglah kursi roda dengan kecepatan yang wajar
  • Bila melalui bidang meiring, maka pendamping dan pengguna kursi roda berjalan mundur. Posisi pendamping menopang kursi roda saat berjalan mundur.

Kesetaraan hak akan terwujud apabila masyarakat non disabilitas membuka diri secara positif dalam memandang kehadiran orang dengan disabilitas. Masyarakat non disabilitas dapat menjadi sumber pikiran, mata, telinga, kaki dan tangan bagi mereka yang disabilitas, sehingga dengan demikian sekat-sekat, kesenjangan, dan stigma akan hilang digantikan dengan relasi kehidupan yang setara, wajar dan inklusif.  

Penulis: Harry Pattiradjawane